Masjid Besar Al-Ikhlash Sagalaherang Bukti Kuat Penyebaran Islam

Masyarakat terlihat berada di Masjid Besar Al-Ikhlash, yang terletak di Alun-alun Kecamatan Sagalaherang. Masjid ini sebagai bukti penyebaran islam di Sagalaherang dan sekitarnya.
Bukan Hanya Tempat Ibadah, Juga Sebagai Warisan Budaya dan Sejarah Kebanggan Orang Subang
Kecamatan Sagalaherang memiliki jejak panjang dalam penyebaran Islam di Subang. Salah satu bukti sejarah yang masih berdiri megah hingga kini adalah Masjid Besar Al-Ikhlash, yang terletak di Alun-alun Kecamatan Sagalaherang.
Masjid ini disebut-sebut sebagai masjid pertama dan tertua di Kabupaten Subang.
Pada masa penjajahan Belanda, Sagalaherang pernah menjadi pusat pemerintahan setingkat kabupaten. Seperti kompleks pemerintahan pada umumnya, tata ruang kawasan ini memiliki alun-alun, kantor pemerintahan, serta rumah ibadah yang saling berdekatan.
BACA JUGA: Bongkar Kasus Korupsi Urusan Perikanan, Kejari Purwakarta Tetapkan Tujuh Tersangka
Selain sebagai pusat pemerintahan, Sagalaherang juga menjadi salah satu daerah pertama dalam penyebaran Islam di Kabupaten Subang. Hal ini ditandai dengan adanya situs kuno Nangka Beurit, yang merupakan makam penyebar Islam pertama di Subang, Wangsa Gofarana, sejak abad ke-15.
Menurut penelusuran sejarah dari cerita masyarakat setempat, masjid pertama di Sagalaherang didirikan pada tahun 1870 oleh seorang kepala daerah yang dikenal dengan nama Demang Ayub. Makam beliau juga berada di sekitaran masjid.
Awalnya, masjid ini bernama Masjid Jami Kaum Sagalaherang, dengan ukuran 15 meter x 20 meter. Nama dan tahun pendiriannya dulu tertulis dalam prasasti kaligrafi di atas mihrab.
Namun, prasasti yang terbuat dari kayu jati itu dikabarkan hilang setelah sering diikutsertakan dalam pameran bersama pentungan atau kohkol (kentungan) masjidnya.
BACA JUGA: Satresnarkoba Polres Subang Ungkap Peredaran Sabu dalam Bungkus Bumbu Masak
"Prasasti tersebut menjadi satu-satunya bukti sejarah pembangunan masjid ini," ujar Gaos Silahudin, Ketua Dewan Kemakmuran Masjid Al-Ikhlash, Kamis (27/2/2025).
Menurut cerita turun-temurun, Masjid Jami Kaum Sagalaherang dahulu terkenal sangat indah dan unik. Salah satu keistimewaannya adalah lantai ruang salat berwarna merah mengilap, yang konon terbuat dari campuran tepung bata merah dengan peueut (bahan pembuat gula merah dari pohon aren).
"Lantai masjid itu begitu mengilap hingga orang bisa bercermin saat sujud," kata Gaos.
Bangunan asli masjid lama-kelamaan mengalami kerusakan. Pada 1965, dilakukan renovasi oleh arsitek dari ITB, Iyep Rumansyah, yang saat ini masih menjadi dosen di Itenas. Namun, pembangunannya sempat terkendala biaya.
Proses renovasi kembali dilakukan pada 1970-1971 oleh Hasyim Asyari, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Rayon Militer sekaligus Ketua Majelis Ulama Kecamatan. Sayangnya, pembangunan ini tidak berjalan sesuai rencana awal dan hasilnya kurang maksimal. Saat itu, nama masjid pun diubah menjadi Masjid Agung Al-Muawanah Kecamatan Sagalaherang.
Karena kondisi masjid yang terus memburuk dan sulit diperbaiki secara swadaya, akhirnya masjid ini dibangun ulang dengan bantuan dari Menteri Perhubungan saat itu, Haryanto Dhanutirto.
Renovasi besar-besaran dilakukan oleh arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan desain yang terinspirasi dari masjid di Madinah. Proyek ini menghasilkan sebuah bangunan modern dengan arsitektur khas Timur Tengah, yang membuat warga Sagalaherang kagum.
"Saat pertama kali warga melihat rancangannya, mereka sangat terpesona dengan keindahannya. Saat itu, masjid ini menjadi yang terindah di Subang," kenang Gaos.