Headline

Siapa Manusia yang Beruntung dan Merugi?

Tausiyah Ramadan

Oleh :

1.Prof.Dr.Sutikno (Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

2.Drs.Priyono,M.Si (  Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta )

Sebagai makhluk hidup kita sering dihadapkan pada dua kondisi atau fenomena yang berpasangan atau berlawanan atau kontradiksi , seperti:  pria dan wanita, hidup dan mati, bumi dan langit, kaya dan miskin, surga dan neraka, kebahagiaan dan kesengsaraan, hitam dan putih, gelap dan terang, untung dan rugi. Kita sebagai umat Islam, sebagai makhluk  hidup tidak terlepas daripada kondisi situasi yang berpasangan tersebut tergantung pada permasalahan dan fenomena yang dihadapi.  Kondisi dan fenomena tersebut merupakan sunatullah seperti yang tersebut dalam firman Allah Surat Az Zariyat ayat 49 berbunyi “ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)”. 

Salah satu aspek fenomena berpasangan yakni tentang beruntung dan merugi atau keberuntungan dan berkerugian. Siapakah orang yang beruntung dan siapakah yang merugi di alam fana ini akan ditelusuri dari ayat suci Al Qur’an dan Hadist Nabi. Kenyataan dalam kehidupan sehari-hari dari umat manusia terkait dengan keberuntungan dan kerugian, selain itu dalam Al Qur’an terdapat sebanyak 23 ayat tentang keberuntungan, yang berarti keberuntungan berperan penting bagi kehidupan manusia.  Dalam kehidupan sehari-hari  kita sering mendengar ucapan ‘untung dia atau untung mereka meskipun kena musibah atau kecelakaan, misalnya ada orang ketabrak truk kakinya patah, ada ucapan umum yang disampaikan seketika : untung tidak meninggal. Ucapan untung tidak meninggal tersebut terkandung unsur takdir di dalamnya. Keberuntungan yang dimaksud tidak terbatas pada keberhasilan atau capaian dikaitkan dengan material, harta benda, bondo donya, atau jabatan, pangkat tetapi beruntung secara utuh sebagai rantai kehidupan manusia.  

Keberuntungan  tidak  berbasis  satu  atau  dua  kejadian tetapi sebuah kumpulan kejadian dalam kehidupan seorang manusia. Di dunia ini, setiap manusia ingin menjadi orang-orang yang selalu beruntung setiap saat dan di manapun berada. Mereka berharap menjadi manusia-manusia yang bernasib mujur dan baik di dunia ini. Dan pandangan mereka tentang keberuntungan dan kemujuran lebih terpaku pada raihan materi- materi duniawi dan selamat dari semua keburukan yang mereka takuti. 

Keberuntungan   itu   harus   dimaknai   dalam   sebuah   rantai   kehidupan   manusia, baik kehidupan  dunia  maupun   akhirat. Keberuntungan seseorang itu tergantung dari kekuasaan Allah SWT, dan keberuntungan setiap orang itu tidak sama, tergantung pada kehendak Allah SWT.  Firman Allah dalam Surat QS  Al-Ma’idah : 90: “Wahai   orang-orang   yang   beriman,   sesungguhnya   minuman   keras, berjudi,  (berkurban  untuk)  berhala,  dan  mengundi  nasib  dengan  anak panah  adalah  perbuatan  keji  (dan)  termasuk  perbuatan  setan.  Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”. Surat al Maidah 90 tersebut mengisyaratkan bahwa orang yang beruntung adalah orang beriman yang menjauhi perbuatan setan, perbuatan keji, kalau dicari padanannya dalam bahasa Jawa menjauhi molimo (lima m):  moh main, moh ngombe, moh madat, moh maling dan moh madon. Kesemuanya itu termasuk perbuatan diharamkan bagi orang beriman. Menurut kenyataan yang terjadi di masyarakat orang yang melakukan molimo kebanyakan tidak beruntung atau merugi karena berbagai masalah kehidupan, kesehatan, sosial, ekonomi dan kejiwaan.

Firman Allah lain yang dapat dijadikan dasar untuk mengetahui dan memahami keberuntungan  seseorang adalah Surah Al Muk minun 1-9;  berikut: “ 

1) “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

2) (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,

3) dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 

4) dan orang-orang yang menunaikan zakat, 

5) dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, 

6) kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. 

7) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. 

8) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 

9) dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”.

Sembilan ayat Surat Al Mu’minun tersebut lebih memerinci kondisi seseorang yang beruntung adalah orang beriman yang khusyuk shalatnya, menghindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang sia-sia, menunaikan dan membayar zakat, menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri dan budak yang dimilki, tidak mencari diluar batas, menepati amanat dan janjinya, dan memelihara sembahyangnya dalam arti tepat waktu. Perpaduan Surat al Maidah 90 dan Surat al Mu’Minun tersebut dapat dijadikan pegangan  bagi umat Islam yang mendambakan keberunungan di dunia dan akhirat. Selain itu ada beberapa firman Allah yang terkait dengan keberuntungan untuk menguatkan dua firman sebelumnya antara lain :

1) (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 5 :” Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”

2) (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 104) “ Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”

3) (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 130) :” “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.

Berdasarkan tiga surat tersebut Al Baqoroh ayat 5, Ali Imron ayat 104 dan 130 dapat disebutkan  bahwa orang beruntung adalah :

1) Orang mendapat petunjuk dari Allah SWT

2) Orang yang menyerukan tentang kebajikan, berbuat yang makruf dan mencegah yang mungkar

3) Orang beriman dilarang memakan riba yang diluar batas dan yang bertakwa

Untuk mendukung Firman Allah  sebelumnya dalam hal keberuntungan  Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan karakter orang-orang yang memperoleh keberuntungan dan menjadi manusia-manusia yang bernasib mujur. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Sungguh telah beruntung orang yang memeluk Islam, dikaruniai rezeki yang cukup dan Allâh menjadikannya bersifat qanaah atas nikmat yang diberikan-Nya kepadanya. [HR. Muslim] 

Seorang manusia bila telah memperoleh hidayah untuk memeluk Islam yang merupakan agama Allâh Azza wa Jalla yang tidak ada ajaran agama yang diterima selainnya, ia telah memiliki kunci untuk memperoleh pahala dan selamat  dari siksa. Selanjutnya, ia memperoleh rezeki yang mencukupi kebutuhan dirinya, sehingga dengan itu ia dapat menjaga kehormatannya untuk tidak meminta-minta kepada orang lain. Lalu, Allâh Azza wa Jalla menyempurnakan anugerah pada dirinya dengan menjadikannya manusia yang bersifat qana’ah. Yaitu, orang yang ridha dengan rezeki yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepadanya. Jiwanya menerima, tidak lagi rakus dengan menginginkan yang lebih dari itu.

Surat Al Maidah ayat 90, Al Mu’minun ayat 1-9, Al Baqoroh ayat 5, Ali Imron 104 dan 130, serta hadist Nabi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan siapakah orang yang beruntung di dunia dan akhirat, dan sebagai panduan atau panduan untuk mencapai keberuntungan di dunia dan akhirat.

Pasangan keberuntungan dan kerugian, keberuntungan telah disampaikan lalu siapakah orang yang termasuk merugi atau mengalami kerugian? Dalam Firman Allah Surat Al Ashr : “ Demi masa.” Sungguh, manusia itu berada dalam kerugian,” kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”

Pada surat Al Ashr Allah bersumpah dengan waktu. Karena dalam waktu kapanpun ada kebaikan, kebenaran dan kenikmatan juga sebaliknya Allah mengingatkan adanya potensi rugi, bahagia, beruntung dalam kehidupan. Pangkal kerugian dalam hidup adalah tiada iman, hilangnya cahaya fitrah dan hidayah seperti syirik, murtad dan menjadikan setan sebagai teman.  Allah Berfirman “ Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi”. QS. Az–Zumar Ayat 65.

Orang yang rugi adalah orang yang lalai dengan amalan baiknya. Ternyata amalan baiknya defisit bila dibandingkan dengan amalan buruknya saat dihisab nanti di akhirat. Malaikat pencatat amal hanya akan mencatat apa yang telah diucapkan dan dilakukan manusia, mereka tidak menganiaya dengan mengurangi amalan baik atau melebihkan amalan buruk.

Sebagai umat Islam, seorang muslim sebenarnya telah dibekali modal yang lebih dari cukup oleh Allah SWT berupa iman dan takwa agar manusia beruntung dan tidak merugi. Selain itu sudah diberi petunjuk melalui Al Qur’an untuk berperilaku atau beraklak mulia , telah dibimbing dan diberi contoh berperilaku baik oleh Nabi Agung untuk berbuat baik sesama umat melalui hadist nabi.Selain itu juga mendapat pemberitahuan,pengawalan, pengawasan oleh para malaikat. Keberuntungan di dunia dan akhirat menjadi milik kaum muslim selama dapat memanfaatkan modal dari Allah SWT, mengikuti petunjuk dari Allah dan beriman kepada malaikat. (*)

 

Terkini Lainnya

Lihat Semua