SUBANG-Terbongkarnya sindikat pencurian dan pemalsuan data peserta BPJS Ketenagakerjaan oleh Polres Subang, pihak BPJS Ketenagakerjaan memberikan tanggapan resmi atas kejadian yang menimbulkan keresahan di masyarakat tersebut.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Subang, M Rifi Januar menyatakan, pihaknya juga sedang melakukan investigasi internal untuk menelusuri lebih lanjut bagaimana data peserta bisa disalahgunakan oleh pihak tak bertanggungjawab.
Meski kasus ini sempat menimbulkan kekhawatiran, BPJS Ketenagakerjaan menegaskan bahwa sistem layanan dan keamanan data peserta tetap berada dalam standar tinggi.
"Kami pastikan bahwa sistem layanan BPJS Ketenagakerjaan memiliki tingkat keamanan yang sangat baik, sehingga manfaat program dibayarkan kepada pihak yang tepat," tegas Rifi saat dihubungi Pasundan Ekspres.
Ia menambahkan, pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) adalah hak setiap peserta, namun untuk saat ini, BPJS Ketenagakerjaan mengikuti proses hukum yang sedang berlangsung terhadap kasus pemalsuan data yang melibatkan dua tersangka utama.
Sebagai langkah pencegahan, BPJS Ketenagakerjaan juga terus mengintensifkan edukasi kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menjaga kerahasiaan data pribadi dan selalu menggunakan kanal resmi untuk melakukan klaim atau pengajuan layanan.
"Kami secara proaktif terus melakukan edukasi kepada masyarakat untuk berhati-hati dan menjaga kerahasiaan data pribadi, serta melakukan klaim JHT melalui kanal-kanal resmi milik BPJS Ketenagakerjaan agar terhindar dari risiko penyalahgunaan data oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ungkapnya.
Menurutnya, kasus ini menjadi pengingat pentingnya literasi digital dan kewaspadaan terhadap upaya kejahatan yang memanfaatkan celah data pribadi.
"BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk terus meningkatkan pengamanan dan pelayanan demi menjaga kepercayaan peserta," tutupnya.
Tak hanya itu, BPJS Ketenagakerjaan juga mengapresiasi atas langkah cepat aparat kepolisian dalam mengungkap dan menangkap para pelaku kejahatan siber yang telah merugikan peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan.
"Kami mengapresiasi gerak cepat pihak kepolisian yang telah berhasil mengamankan pelaku pencurian dan pemalsuan data pribadi milik peserta BPJS Ketenagakerjaan," jelasnya.
Sebelumnya, Kepolisian Resor (Polres) Subang mengungkap kasus pencurian data pribadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang dilakukan oleh sindikat terorganisir.
Kasus ini mencuat setelah seorang korban berinisial ALS (28), warga Jalancagak Subang, melaporkan bahwa dana Jaminan Hari Tua (JHT)-nya telah dicairkan tanpa sepengetahuannya.
Kapolres Subang, AKBP Ariek Indra Sentanu, dalam konferensi pers menyampaikan bahwa kejadian diketahui pada 14 Maret 2025 di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Subang.
Korban yang bermaksud mencairkan dana JHT-nya justru mendapat informasi bahwa dananya telah dicairkan oleh pihak lain sejak Januari 2024.
“Korban kaget karena tidak pernah melakukan pencairan dana tersebut. Setelah diselidiki, ternyata ada pihak lain yang mencairkan dengan menggunakan data dan identitas palsu,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, polisi menetapkan dua tersangka utama, yakni ASM (35) warga Majalengka dan LNR (35) warga Indramayu.
Modus operandi mereka adalah dengan memalsukan dokumen seperti e-KTP, kartu BPJS, dan surat paklaring, untuk mencairkan dana milik korban tanpa izin.
“Dari hasil penyidikan, ASM bertindak sebagai otak utama dan pencari data kependudukan, sementara LNR berperan sebagai pemilik rekening penampung dana hasil kejahatan,” jelas Ariek.
Polisi juga menyita sejumlah barang bukti seperti yakni, berkas paklaring, 37 e-KTP, 16 kartu BPJS, 5 buah handphone, 35 buah SIM card dari berbagai provider, serta buku rekening dan dokumen lainnya.
Lebih memprihatinkan, para tersangka diduga telah melakukan aksi serupa terhadap korban lainnya di wilayah Bandung, Tasikmalaya, Cirebon, dan Kuningan dengan estimasi kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 67 ayat (3) dan/atau Pasal 68 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda hingga Rp 6 miliar.
“Polisi masih mendalami dan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap asal-usul dokumen palsu dan durasi operasi sindikat ini,” kata Ariek.
Kapolres mengimbau masyarakat agar lebih waspada dalam menjaga kerahasiaan data pribadi dan segera melapor jika mengalami kejanggalan dalam pengelolaan dana BPJS mereka.(cdp/ysp)