PASUNDAN EKSPRES - Presiden Afrika Selatan sindir Amerika Serikat di pertemuan menteri luar negeri G20. Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menekankan pentingnya komitmen terhadap multilateralisme dan hukum internasional dalam mengatasi berbagai krisis global.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam pertemuan para Menteri Luar Negeri negara-negara G20 yang berlangsung di Johannesburg.
Presiden Afrika Selatan Sindir Amerika Serikat di Pertemuan G20
Pernyataan Ramaphosa muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap kebijakan "America First" yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Hal ini terlihat dari sikap Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menolak datang ke pertemuan tersebut, serta Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menyatakan tidak akan menghadiri pertemuan Menteri Keuangan G20 pekan depan.
Afrika Selatan dan Kepemimpinan G20
Afrika Selatan menjadi negara Afrika pertama yang memimpin G20, sebuah forum ekonomi yang terdiri dari 19 negara serta Uni Afrika (AU) dan Uni Eropa (EU). Forum ini berperan penting dalam ekonomi global, mewakili lebih dari 80% ekonomi dunia dan dua pertiga populasi global.
Sebagai pemegang presidensi G20 hingga November 2025, Afrika Selatan berharap dapat memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dalam perundingan dengan negara-negara maju.
Namun, hubungan antara Afrika Selatan dan Amerika Serikat mengalami ketegangan sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari 2025.
Seruan Ramaphosa untuk Persatuan Global
Dalam pidato pembukaannya, Presiden Ramaphosa menyoroti bahwa dunia saat ini menghadapi intoleransi yang meningkat, konflik, dan perubahan iklim.
Namun, ia menilai bahwa tidak ada kesepakatan di antara kekuatan besar, termasuk di dalam G20, mengenai cara mengatasi tantangan-tantangan ini.
"Sudah menjadi hal yang kritis bahwa prinsip-prinsip Piagam PBB, multilateralisme, dan hukum internasional harus tetap menjadi pusat dari semua upaya kita," kata Ramaphosa, dikutip BBC, Jumat (21/2).
Pertemuan ini dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri dari China, Rusia, Prancis, dan Inggris. Sementara itu, Amerika Serikat hanya diwakili oleh wakil kepala misi kedutaannya di Afrika Selatan, menyusul keputusan Marco Rubio untuk tidak hadir.
Rencana Boikot AS
Ketegangan diplomatik antara Amerika Serikat dan Afrika Selatan semakin parah setelah Trump memotong bantuan kepada Afrika Selatan. Trump menuduh negara tersebut melakukan praktik yang tidak adil dan tidak bermoral terhadap komunitas minoritas kulit putih Afrikaner.
Selain itu, langkah Afrika Selatan dalam mengajukan kasus genosida terhadap Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ) pada Desember 2023 juga memperburuk hubungan dengan pemerintahan Trump.
Keputusan ini membuat Marco Rubio menolak menghadiri pertemuan G20, dengan alasan bahwa Afrika Selatan menggunakan forum ini untuk mempromosikan solidaritas, kesetaraan, dan keberlanjutan yang menurutnya merupakan agenda DEI (Diversity, Equity, and Inclusion) dan perubahan iklim yang ia tidak setujui.
Meski menghadapi berbagai tantangan diplomatik, Afrika Selatan tetap bertekad untuk menggunakan kepemimpinannya di G20 guna mendorong kesetaraan global dan keberlanjutan ekonomi.
Dengan posisi sebagai pemimpin negara-negara berkembang, Afrika Selatan berharap dapat menjembatani kesenjangan antara negara kaya dan miskin, serta menegakkan hukum internasional dalam menangani berbagai isu global.
(ipa)