Internasional

Ketidakpercayaan Para Pengungsi Israel atas Kesepakatan Gencatan Senjata, Sebut Langkah yang Tidak Bertanggung Jawab

Ketidakpercayaan Para Pengungsi Israel atas Kesepakatan Gencatan Senjata, Sebut Langkah yang Tidak Bertanggung Jawab

PASUNDAN EKSPRES - Ketidakpercayaan di antara para pengungsi Israel atas kesepakatan gencatan senjata bersama Hizbullah. Israel dan Hizbullah akhirnya melakukan kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika Serikat dan Prancis.

Gencatan senjata tersebut berlaku mulai pada Rabu (27/11/2024). Perjanjian ini disambut baik oleh beberapa negara di dunia, dan berharap bahwa gencatan senjata yang dilakukan oleh Hizbullah dan Israel adalah sebuah langkah yang tepat, serta permanen. Namun, perjanjian tersebut tetap menimbulkan kekhawatiran terhadap beberapa pihak. 

Ketidakpercayaan Para Pengungsi Israel atas Kesepakatan Gencatan Senjata 

Seperti dilansir dari BBC, Perdana Menteri Israel, yaitu Benjamin Netanyahu menyebut kesepakatan gencatan senjata yang dilakukan oleh Hizbullah merupakan pencapaian luar biasa Israel selama setahun terakhir dalam perang yang melibatkan tujuh front.

Netanyahu mengaku bahwa Israel telah memundurkan posisi Hizbulllah, menjadikan kelompok tersebut tidak lagi sama seperti sebelumnya. 

Netanyahu menekankan bahwa gencatan senjata ini memungkinkan Israel untuk fokus menghadapi ancaman utama dari Iran. Ia juga menegaskan bahwa Israel akan tetap memiliki kebebasan militer penuh untuk menghadapi ancaman baru dari Hizbullah jika muncul.

Namun, langkah ini mendapat reaksi keras dari para pesaing politik Netanyahu dan beberapa sekutunya sendiri. Sebuah survei menunjukkan bahwa lebih dari 80% basis pendukung Netanyahu menentang kesepakatan ini. Di tingkat nasional, opini masyarakat terbagi lebih merata: 37% mendukung gencatan senjata, 32% menolak, dan 31% tidak yakin.

Warga Israel yang tinggal di dekat perbatasan Lebanon, banyak di antaranya telah dievakuasi, menyuarakan kekecewaan mereka. 

Shelly, seorang guru bahasa Inggris di Shlomi, menyebut keputusan gencatan senjata sebagai langkah politik yang tergesa-gesa dan tidak bertanggung jawab.

Rona Valency, yang dievakuasi dari kibbutz Kfar Giladi, menyatakan keinginannya untuk pulang, tetapi merasa khawatir dengan kemungkinan kembalinya penduduk Lebanon ke desa-desa di wilayah perbatasan. 

Meskipun gencatan senjata telah disepakati, banyak pihak mendesak Netanyahu untuk melanjutkan perang di Lebanon.

Pertanyaan besar muncul: Mengapa perdana menteri yang bersumpah untuk berjuang hingga "kemenangan total" di Gaza justru menandatangani gencatan senjata di utara?

(ipa)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua