PASUNDAN EKSPRES - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai terhadap penyakit monkeypox atau Mpox di Indonesia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 14 Agustus 2024 menetapkan Mpox sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Menjadi Perhatian Internasional (Public Health Emergency of International Concern/PHEIC) menyusul peningkatan kasus Mpox di Republik Demokratik Kongo dan sejumlah negara di Afrika.
Penetapan status PHEIC ini merupakan kedua kalinya dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Sebelumnya, pada Juli 2022, WHO juga menyatakan status darurat serupa akibat penyebaran Mpox yang meluas ke berbagai negara di mana virus tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.
Status PHEIC tersebut kemudian dicabut pada Mei 2023 seiring dengan penurunan kasus secara signifikan di seluruh dunia.
Sejalan dengan keputusan WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (Africa CDC) juga menyatakan status darurat Mpox di Afrika sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat untuk Keamanan Kontinental (Public Health Emergency of Continental Security/PHECS) pada 13 Agustus 2024.
Merespons hal itu, Plh. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr. Yudhi Pramono, MARS menegaskan bahwa Indonesia akan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman penularan Mpox.
"Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dan menyiapkan langkah-langkah kesiapsiagaan dan respons terhadap Mpox yang telah ditetapkan kembali sebagai PHEIC oleh WHO," ucap Yudhi, dikutip dari laman resmi Sehat Negeriku Kemenkes, Senin (19/8).
Mpox di Indonesia telah dikategorikan sebagai Penyakit Emerging Tertentu Berpotensi Wabah, dan upaya penanggulangannya telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/1977/2022.
Sejumlah antisipasi pun telah dilakukan oleh pemerintah di antaranya pengawasan di pintu masuk negara, khususnya yang berasal dari negara terjangkit.
"Antisipasi dilakukan dengan meningkatkan pengawasan orang, alat angkut, barang dan lingkungan di pintu masuk negara, khususnya yang berasal dari negara terjangkit; meningkatkan surveilans penyakit Mpox di pintu masuk dan wilayah; meningkatkan koordinasi kesiapsiagaan dan respons dengan stakeholder terkait di pintu masuk negara dan di wilayah; serta meningkatkan edukasi dan komunikasi risiko bagi masyarakat di pintu masuk," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Surveilans dan Kekarantinaan Kesehatan dr. Achmad Farchanny Tri Adryanto, M.K.M mengatakan bahwa skrining suhu menjadi metode yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengawasan di pintu masuk negara.
"Ini menggunakan thermal scanner. Untuk kewaspadaan terhadap penyebaran kasus Mpox, juga dilakukan pemantauan secara visual terhadap tanda atau gejala penyakit tersebut pada pelaku perjalanan," tutur Achmad.
Berdasarkan laporan "Technical Report Mpox di Indonesia Tahun 2023" yang diterbitkan Kemenkes pada 2024, surveilans Mpox dilakukan melalui penguatan deteksi kasus aktif di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama pada kelompok berisiko tinggi.
Mayoritas kasus ditemukan pada pasien dengan orientasi homoseksual (LSL). Setiap penemuan kasus dilakukan penyelidikan epidemiologi, termasuk pelacakan kontak.
Sementara itu, berdasarkan data hingga Agustus 2024, Indonesia telah melaporkan sebanyak 88 kasus konfirmasi Mpox sejak pada 2023-2024.
Kasus Mpox terakhir dilaporkan pada minggu ke-23 tahun 2024. Kasus konfirmasi Mpox di Indonesia tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). (inm)