PASUNDAN EKSPRES - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong upaya deteksi dini penyakit Lupus yang dikenal sebagai "Penyakit Seribu Wajah".
Lupus merupakan penyakit autoimun kronis di mana sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuhnya sendiri.
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap penyakit ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) tengah memperkuat strategi deteksi dini dalam menangani Lupus Eritematosus Sistemik (LES).
Adapun program yang diluncurkan bernama SALURI (Periksa Lupus Sendiri) yang dimulai tahun 2025.
Program terbaru ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang lupus melalui edukasi dan pendekatan berbasis komunitas.
Berdasarkan studi yang dilakukan Prof. Handono Kalim dan tim di Malang, prevalensi lupus di Tanah Air diperkirakan sebesar 0,5%, dengan jumlah penyandang lebih dari 1,3 juta orang.
Penyakit ini lebih sering menyerang terutama pada perempuan usia reproduksi 15-45 tahun.
Menurut Direktur P2PTM Dr. Siti Nadia Tarmizi, program SALURI ini menyasar calon pengantin wanita sebagai langkah awal pencegahan di kelompok usia berisiko.
SALURI juga mengajak masyarakat untuk mengenali tanda-tanda lupus secara mandiri dan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan jika menemukan gejala yang mencurigakan.
"Melalui program SALURI, kami berharap masyarakat lebih memahami pentingnya deteksi dini lupus sehingga kasus dapat ditangani lebih cepat dan tepat," ujar Siti Nadia Tarmizi dalam temu media, dikutip dari laman Sehat Negeriku, Selasa (24/12).
Nadia menyampaikan, lupus adalah penyakit yang dapat menyerang semua usia, dengan gejala umum berupa kelelahan ekstrem, nyeri sendi, ruam kulit, dan demam berkepanjangan.
Penanganan yang cepat dan tepat menjadi kunci untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
"Lupus adalah penyakit yang sulit dikenali karena gejalanya bisa menyerupai penyakit lain. Deteksi dini akan membantu pengobatan lebih cepat dan mencegah komplikasi serius," ucapnya.
Dr. Nadia menekankan bahwa deteksi dini lupus membutuhkan kolaborasi multi-sektor antara pemerintah pusat dan daerah, organisasi profesi, BPJS Kesehatan, dan media.
Kemenkes juga telah menyusun pedoman dan modul pelatihan tatalaksana lupus bagi tenaga kesehatan.
Program Rujuk Balik melalui BPJS Kesehatan juga diperkuat agar pasien lupus mendapatkan penanganan berkelanjutan.
Manfaat Deteksi Dini
Menurut Dr. Anna Ariane dari RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, ada beberapa manfaat dari deteksi dini lupus yaitu:
1. Meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien.
2. Mencegah kerusakan organ seperti ginjal, jantung, dan paru-paru.
3. Mengurangi biaya pengobatan yang tinggi akibat komplikasi berat.
4. Meningkatkan produktivitas pasien agar tetap dapat bekerja dan beraktivitas normal.
5. Mengurangi flare-up lupus atau serangan penyakit berulang.
Ia juga menegaskan pentingnya pemeriksaan dini pada pasien dengan gejala seperti ruam wajah berbentuk kupu-kupu, nyeri sendi dan pembengkakan, kelelahan berat tanpa sebab jelas, sariawan berulang, sensitif terhadap sinar matahari, dan kelainan ginjal seperti proteinuria.
Jika ditemukan minimal dua gejala pada organ yang berbeda, pasien perlu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut untuk memastikan diagnosis melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium.
Melalui kampanye edukasi dan program deteksi dini seperti SALURI, Kemenkes berharap masyarakat dapat mengenali lupus lebih dini, memberikan dukungan yang lebih baik bagi penderita, serta mendorong pemahaman bahwa lupus bukan penghalang untuk hidup aktif dan produktif.
Selain itu, diharapkan jumlah kasus lupus di Indonesia dapat ditekan serta kualitas hidup penyandang lupus semakin meningkat. (inm)