Nasional

Istana Menyambut Kritikan dari Mahkamah Rakyat Luar Biasa dengan Terbuka

Istana Menyambut Kritikan dari Mahkamah Rakyat Luar Biasa dengan Terbuka
Istana Menyambut Kritikan dari Mahkamah Rakyat Luar Biasa dengan Terbuka

PASUNDAN EKSPRES - Mahkamah Rakyat Luar Biasa (MRLB) baru-baru ini mengadakan sidang terbuka untuk mengadili sembilan tuduhan atau yang disebut sebagai “Nawadosa” terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sidang ini berlangsung di Wisma Makara, Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, pada Selasa, 25 Juni 2024.

 

Ari Dwipayana, Koordinator Staf Khusus Presiden, memberikan tanggapan resmi terkait sidang ini. Dalam pernyataannya, Ari menegaskan bahwa pemerintah Indonesia selalu terbuka terhadap berbagai bentuk kritik dan dukungan dari masyarakat. "Pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan. Kritik merupakan hal yang lazim dalam negara demokrasi," ujar Ari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

 

Ari menjelaskan lebih lanjut bahwa kritik dari masyarakat bisa menjadi masukan yang konstruktif untuk perbaikan di berbagai bidang pemerintahan. "Kritik dapat menjadi masukan yang konstruktif untuk memperbaiki di semua bidang pemerintahan," tambahnya.

 

Namun, Ari juga menekankan bahwa pemerintah dan Presiden Jokowi juga menerima apresiasi, dukungan, dan kepercayaan yang positif dari masyarakat. Dia menyebutkan bahwa survei yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kredibel menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi cukup tinggi. "Sebagaimana hasil survei lembaga-lembaga yang kredibel, misalnya Litbang Kompas yang baru saja menunjukkan tingkat kepuasan pada kinerja Pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen," ungkap Ari.

 

Menurut Ari, perbedaan pandangan, persepsi, dan penilaian terhadap kinerja pemerintah adalah hal yang wajar dalam demokrasi yang sehat. "Dalam demokrasi yang sehat, perbedaan pandangan dan penilaian adalah hal lumrah. Yang penting, semua pihak saling menghormati perbedaan yang ada," jelasnya.

 

Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa dihadiri oleh ratusan orang dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, buruh, petani, akademisi, jurnalis, dan aktivis. Mereka berkumpul untuk menyaksikan jalannya persidangan yang menuduh pemerintah Jokowi melakukan sembilan dosa besar, atau Nawadosa. Tuduhan tersebut meliputi perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan dan impunitas, sistem kerja yang memiskinkan, serta pembajakan legislasi.

 

Pada saat persidangan dimulai, delapan penggugat dari masyarakat sipil sudah berada di ruang sidang, masing-masing membawa gugatan dengan fokus yang berbeda-beda. Sidang dimulai sekitar pukul 10.30 WIB dengan panitera Dicky Rafiki membacakan agenda sidang, yang mencakup pemeriksaan kedudukan hukum para penggugat, pembacaan gugatan, pembacaan keterangan dari daerah-daerah, dan pemeriksaan gugatan oleh majelis.

 

“Perkenankan kami untuk menjelaskan agenda sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa pada hari ini,” kata Dicky di hadapan para hadirin. Agenda tersebut diikuti oleh pemeriksaan saksi atau ahli, dan diakhiri dengan pembacaan kesimpulan, petitum, dan amar putusan.

 

Meski telah dipanggil, Presiden Jokowi tidak hadir dalam sidang ini, demikian pula tidak ada perwakilan pemerintah yang datang. Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan, menyatakan bahwa panitia telah melayangkan panggilan kepada Jokowi untuk hadir dalam pengadilan rakyat tersebut. "Surat pemanggilan itu telah disampaikan secara langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan secara daring ke media sosial milik pemerintah," kata Edy.

 

Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat dan aktivis, yaitu Nur Khasanah, Sasmito, Romo Kristo, Anita Wahid, Asfinawati, Nurhayati, Ambrosius S. Klagilit, Lini Zurlia, dan Nining Elitos. Dalam persidangan ini, Presiden Jokowi adalah pihak tergugat.

 

Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini menjadi platform bagi masyarakat sipil untuk menyuarakan kritik dan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan saat ini. Meski tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sidang ini memiliki nilai simbolis yang kuat dalam demokrasi, menunjukkan pentingnya akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.

 

Dengan absennya Presiden Jokowi dan perwakilan pemerintah, sidang ini semakin menyoroti jurang komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Di tengah situasi politik yang kompleks, forum seperti ini memainkan peran penting dalam mendorong perubahan dan memastikan bahwa suara rakyat didengar.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua