PASUNDAN EKSPRES - Kepala LLDIKTI Wilayah IV, M. Samsuri, mengungkapkan adanya pelanggaran berat yang ditemukan di Stikom Bandung saat proses evaluasi berlangsung.
Pelanggaran tersebut mencakup kegiatan perkuliahan yang tidak melalui proses pembelajaran, pemberian nilai fiktif, manipulasi nilai, hingga penerbitan ijazah tanpa adanya proses pendidikan yang memadai.
"Dalam evaluasi, ditemukan hal-hal seperti itu. Selain itu, mahasiswa yang dinyatakan lulus seharusnya memiliki nomor ijazah nasional, tetapi hal tersebut tidak dilakukan," ujar Samsuri dalam konferensi pers yang digelar secara daring pada Jumat (17/01/2025).
Sebagai respons atas temuan tersebut, LLDIKTI memberikan sanksi administrasi kepada Stikom Bandung dengan syarat kampus harus memperbaiki mutu internal, termasuk pembenahan data mahasiswa.
Saat ini, Tim Evaluator LLDIKTI Wilayah IV menilai pihak kampus mulai menunjukkan upaya perbaikan. Samsuri menyebutkan bahwa sanksi dapat diturunkan dari kategori berat menjadi sedang, bergantung pada hasil pembenahan yang dilakukan.
"Jika semua masalah telah diperbaiki, sanksi akan dicabut, dan status kampus dinormalisasi kembali. Dari evaluasi yang ada, tampaknya Stikom sudah mulai memperbaiki diri," jelasnya.
Samsuri juga menegaskan bahwa pencabutan ijazah mahasiswa oleh pihak kampus harus diumumkan secara terbuka.
Hal ini penting karena seringkali ditemukan dokumen yang hilang dalam proses evaluasi, namun mahasiswa tetap memiliki bukti kepemilikannya.
"Kampus seharusnya melakukan pengecekan secara mendetail, tidak asal-asalan," katanya.
Ia menambahkan, pelanggaran seperti pemberian ijazah tanpa proses pembelajaran merugikan masyarakat dan menurunkan kepercayaan publik terhadap perguruan tinggi.
Menurutnya, peningkatan kualitas pendidikan tinggi harus menjadi prioritas agar tidak tertinggal.
"Jika tidak, kita akan terus tertinggal. Pemerintah ingin memastikan perguruan tinggi menjunjung tinggi mutu dan tata kelola yang baik. Itu yang paling penting," tambahnya.
Sebelumnya, Stikom Bandung membatalkan kelulusan dan menarik ijazah 233 mahasiswa periode 2018–2023. Tindakan tersebut diambil setelah Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) menemukan kejanggalan, termasuk ketidaksesuaian data akademik antara laporan internal kampus dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti).