Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah dalam Wujudkan Perdamaian

Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah dalam Wujudkan Perdamaian

Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah dalam Wujudkan Perdamaian. (Foto: laman resmi Kemenag)

Perdamaian Indonesia

Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla dalam paparannya menekankan bahwa salah satu isu tentang perdamaian yang paling urgen adalah perdamaian dalam negeri. 

Menurutnya, selalu menjaga perdamaian di Indonesia dan perdamaian dalam tubuh umat Islam adalah tantangan terbesar yang harus dijawab dengan baik.

Menurut KH Ulil, kunci sukses transisi politik di Indonesia, dari era otoriter menuju era terbuka dan demokratis, salah satunya karena sumbangan kelompok Islam, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Jamiatul Khair, Nahdlatul Wathan, Mathlaul Anwar, Al-Wasliyah, dan lainnya.

Kesuksesan dan kestabilan negara ini terjadi kerena peran umat Islam di Indonesia.

Kyai Ulil lalu berbagi pengalaman kunjungannya ke Pakistan. Menurutnya, kondisi politik di negara muslim di kawasan anak benua India, baik Pakistan maupun Bangladesh, kurang menggembirakan, antara lain karena terjadinya ketidakstabilan politik dan kehidupan sosial.

"Kita bersyukur, Indonesia sekarang menikmati kestabilan, hubungan sosial yang cukup damai. Ini semua dalam pandangan NU, jelas ada kaitan dan kontribusi umat Islam," sebutnya.

Lantas, dari mana kontribusi umat Islam dalam membangun kedamaian dan kestabilan sosial? 

Pertama, terkait model pemahaman keagamaan yang dikembangkan ormas Islam di Indonesia. 

Menurutnya, pemahaman keaganaan yang dikembangkan umat Islam di Indonesia itu mendukung perdamaian, bukan pemahaman keagaman yang memicu konflik atau pertengkatan dalam tubuh umat Islam sendiri ataupun antara umat Islam dan umat lain.

"NU misalnya, mengenbangkan tiga model ukhuwwah yang dicetuskan KH Achmad Siddiq, yaitu: Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathaniyah, dan Ukhuwwah Basyariyah," ucapnya.

"Gagasan seperti ini jelas diperlukan untuk membangun sikap dalam warga NU dan Muslim pada umumnya, untuk mempunyai sikap yang bisa membangun persaudaraan pada semua level, keagaman, kebangsaan, dan kemanusiaan," lanjutnya.

Kedua, hampir semua kelompok Islam di Indonesia, menerima keberadaan bentuk negara nasional.

Dalam keyakinan umat Isam di Indonesia, tidak ada kontradiksi antara keislaman dan kebangsaan, antara menjadi muslim dan menjadi Warga Negara Indonesia, antara mengikuti ajaran Islam dengan hidup di pemerintahan nasional yang bukan negara agama.

"Bentuk negara ini diterima umat Islam Indonesia. Ini menciptakan kondisi kondusif bagi perdamaian di Indonesia," sebutnya.

"Bila pemahaman yang berkembang, kontradiksi dengan pemahaman kebangsaan, boleh jadi kita tidak menyaksikan situasi damai ini," paparnya.

Ketiga, ormas keagamaan di Indonesia, termasuk NU dan Muhammadiyah, mampu mengelola konflik dan KH Ulil melihat ini sebagai anugerah luar biasa. 

Dia berpandangan, suksesnya konsolidasi poltiik yang stabil di Indonesia dengan segala masalahnya, terjadi karena sumbangan umat Islam. Dan unsur terbesar umat Islam di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah.


Berita Terkini

Tengok saja, bagaimana Presiden Prabowo menyambut Megawati seperti menyambut saudara yang telah lama tak bersua. (Dok Setneg)

Pojokan 255: Ketemu

15 jam yang lalu