Alasan di Balik Kecanduan Judi Online

Alasan di Balik Kecanduan Judi Online
PASUNDAN EKSPRES- Pertumbuhan praktik judi di dalam negeri menjadi perbincangan yang tak terhindarkan.
Chairperson Communication and Information System Security Research Center, Pratama Persada, menggarisbawahi bahwa fenomena ini bukanlah tanpa alasan.
Menurutnya, masyarakat sudah akrab dengan praktik ini sejak zaman dahulu, dan hingga kini, judi masih menjadi penyakit menahun yang menghantui.
Di masa lalu, masyarakat terbiasa berjudi dengan cara yang sederhana, mulai dari menyabung ayam hingga menggunakan kartu dan dadu.
BACA JUGA: Profile Velerina Daniel & Ardianto Wijaya yang Jadi Moderator Debat Capres 2024
Namun, dengan pesatnya perkembangan teknologi, metode berjudi pun semakin beragam. Dari pacuan kuda hingga mesin jackpot, dan yang lebih mencolok, praktik judi telah masuk ke ranah digital dengan hadirnya judi online.
Dalam era digital ini, judi online menawarkan kemudahan dan kenyamanan yang sulit ditolak. Iming-iming mendapatkan uang dengan cepat dan mudah telah menggoda banyak orang untuk terlibat dalam praktik ini.
Bagi sebagian, judi online bukan hanya sekadar mencari keuntungan, tetapi juga sebuah bentuk hiburan dan pengisi waktu luang.
Salah satu daya tarik utama judi online adalah minimnya deposit yang diperlukan untuk bisa ikut serta. Dengan pembayaran yang dapat dilakukan melalui berbagai kanal seperti dompet digital, pembayaran melalui kartu kredit, atau transfer bank, proses ini semakin terasa mudah dan cepat.
BACA JUGA: Jelang Debat TKN Prabowo-Gibran Kumpulkan Aktivis 98
Namun, di balik kemudahan dan kesenangan yang ditawarkan, terdapat dampak yang cukup serius bagi masyarakat.
Berdasarkan analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), banyak bandar judi yang menggunakan rekening orang lain untuk menampung deposit.
Modus operandi ini bisa melalui peminjaman rekening atau aktivitas jual beli rekening. Sejak tahun 2023, PPATK telah menemukan tidak kurang dari 168 juta transaksi dengan nilai mencapai 320 triliun rupiah.
Lebih menyedihkan lagi, dari sekitar 2,3 juta pemain judi online yang berhasil diidentifikasi PPATK, 80% di antaranya adalah masyarakat berpenghasilan rendah.
Mereka melakukan deposit dengan nilai relatif kecil, seringkali sekitar Rp100.000. Untuk mengatasi transaksi ilegal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengambil langkah tegas dengan membekukan 5000 rekening sejak akhir 2023 hingga Maret tahun ini.
Dian Ediana R, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan bahwa lembaganya telah aktif memantau situs judi online atas permintaan.
Bank juga melakukan analisis dan pemblokiran rekening secara mandiri jika terdapat ketidaksesuaian transaksi. Selain itu, pihak bank diwajibkan untuk segera melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada OJK maupun PPATK.
Dari paparan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan industri judi online di Indonesia tidak hanya menjadi perhatian sosial, tetapi juga perlu menjadi perhatian serius dari pemerintah dan lembaga terkait.