PasundanEkspres - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengungkapkan alasan mengapa media baru seperti YouTube, Netflix, dan Instagram harus diawasi.
Meskipun era sudah digital, KPI saat ini hanya memiliki kewenangan untuk mengawasi penyiaran berbasis free to air, seperti televisi dan radio. Platform digital tak diawasi KPI karena belum adanya kewenangan pengawasan kepada media baru.
"Karena mereka sama-sama, khususnya di Indonesia, mendapatkan penghasilan dari layanan audiovisual juga untuk OTT (over the top). Sehingga apa? Memang pengaturan (media baru) itu keharusan," ujar Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Pusat Tulus Santoso dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Mastel Indonesia di Jakarta, Rabu (03/07/2024).
Dalam pemaparan FGD ini, Tulus menjelaskan diperlukannya pengawasan di media baru, mulai dari dampak yang cukup besar karena memfasilitasi kemungkinan bagi pengguna untuk membentuk dan mempengaruhi persepsi pengguna lainnya.
Pengawasan ini diperlukan untuk melindungi anak-anak dan semua warga dari konten berbahaya, seperti hasutan kebencian, kekerasan, seksualitas, dan terorisme. Selain itu, media baru bersaing untuk audiens dan pendapatan yang sama dengan layanan media audiovisual.
"Model pengaturannya seperti apa? tentu wajib didiskusikan mana yang kemudian relevan dan tidak," kata Tulus.
Ia pun kemudian memberi contoh Audio Visual Media Service Directive (AVMSD) pada tahun 2018 di Eropa bahwa dunia tampak gagap terhadap kehadiran media baru. Di dalam aturan tersebut, platform digital seperti media sosial di haruskan tunduk pada aturan tersebut.
"Memang dunia ini gagap ya, jadi Amerika ini buat platform tetapi negara lain yang buat aturan," ucapnya.
Sementara itu, KPI mempersoalkan ketiadaan aturan di Indonesia yang belum mengawasi media baru. Adapun, RUU Penyiaran saat ini kondisinya masih dalam pembahasan.
"Negara lain mengatur kok dan memang dalam konteks perlindungan ini harus diatur. Jadi, bukan cuma bicara industri penyiaran di Indonesia ini survive tapi kita juga bicara perlindungan kepada masyarakat. Perlindungan ini bukan berarti masyarakat tidak boleh berbuat apa-apa, bikin video, tapi juga perlindungan agar karya mereka tetap bisa tumbuh dan dinikmati," pungkas Tulus.