PasundanEkspres - Jejak media sosial dihebohkan oleh kabar seorang siswa penerima Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) yang memperlihatkan gaya hidup hedon. Kisah ini menjadi viral ketika tangkapan layar dari platform sosial menunjukkan siswa tersebut memiliki barang-barang mewah dan gaya hidup yang tidak sesuai dengan kriteria penerima KIPK.
Sejumlah netizen bahkan mempertanyakan apakah siswa tersebut masih berhak menerima bantuan KIPK, yang seharusnya ditujukan bagi mereka yang kurang mampu. Kontroversi ini semakin memanas ketika terungkap bahwa sejumlah siswa penerima KIPK melakukan hal yang sama.
Respon dari pihak terkait pun bermunculan. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa bantuan KIP hanya ditujukan bagi individu yang tidak mampu.
Namun kasus siswa penerima KIPK yang memamerkan gaya hidup hedon membuka diskusi lebih luas mengenai kriteria dan pengawasan penerima bantuan pendidikan. Berikut adalah ringkasannya:
"Mohonlah yang memiliki KIPK sudah merasa mampu dilepaskan KIPK-nya untuk adik tingkat yang membutuhkan kuliah, enak sekali menggunakan dana pemerintah untuk kemewahan... di dunia dihukum tidak seberapa, di akhirat akan dibalas," ungkap @senarara_.
"Harus dikenakan sanksi sosial. Di era ini, sanksi sosial memiliki efek yang lebih mampu membuat orang jera (jika orang tersebut memiliki rasa malu). Dihujat? Itu risikonya. Malah bagus, dengan adanya peristiwa seperti ini, KIPK dapat diperketat lagi dan sistemnya bisa diperbaiki agar lebih tepat sasaran," ujar @Mochacincau_.
"Saya sangat berharap dengan banyaknya kasus seperti ini dapat membuat sistem KIPK diperbaiki lebih ketat lagi, terutama bagi mereka yang tidak bertanggung jawab, sia-sia pemerintah membuat ini dan itu tetapi mental koruptor berkedok orang dalam di dalam sistemnya masih berkeliaran," kata @divvasongg.
"Bukankah KIPK memang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier? Selama latar belakang keluarganya kurang mampu, dana KIPK sah-sah saja untuk digunakan secara hedon. Memang dari pemerintahnya membuat KIPK untuk meningkatkan taraf hidup penerima, bahkan untuk kebutuhan tersier," ujar @masamudera.
"Jika Anda menggunakan dana KIPK untuk membeli kebutuhan tersier, Anda sombong dan egois sungguh, uang yang Anda gunakan berasal dari pajak untuk membeli barang mahal, padahal di luar sana ada yang lebih membutuhkan... jadi seharusnya jika Anda menerima dana KIPK, Anda harus memiliki kesadaran. Gunakan dana tersebut sebijak mungkin," pendapat @mengengineernow.
"Salahkan saja sistem. Jika sudah tahu diri mampu, maka tidak perlu mendaftar. Anda pikir semua orang otomatis terdaftar dan tiba-tiba menjadi terpilih dan semuanya salah sistem tiba-tiba? Tidak. Saya tahu saya mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT saya 16 juta), saya tidak mendaftar KIPK MENGETAHUI bahwa banyak yang lebih membutuhkan. Sederhana seperti itu," pendapat @JokoAndrewanto.
"Yang dibenci adalah anak-anak yang KAYA TAPI MENDAFTAR KIPK DAN LOLOS! Jika tepat sasaran, maka berarti mereka berhak mendapatkan bantuan pendidikan melalui KIPK. Bagaimana tidak benci teman-teman yang biasa kesulitan membayar uang kuliah eh yang sudah kaya malah semakin kaya melalui KIPK," ujar @aellter.
"Tapi JIKA ANDA SUDAH MAMPU karena bekerja, harap dilepaskan dan jangan serakah. Baiklah ini awalnya menggunakan KIPK untuk berkembang, tetapi jika sudah cukup dan mampu bahkan bisa membeli banyak kebutuhan tersier yang MAHAL, lepaskan. KIPK bukan hak Anda lagi," kata @mancvester.