News

Badan Pusat Statistik Subang Sebut Tidak Mengukur Angka Kemiskinan Ekstrem

BPS Kabupaten Subang
ANGKA KEMISKINAN: Statistisi Ahli Madya BPS Kabupaten Subang, Mohammad Jalaludin (kiri) saat menjelaskan persentase angka kemiskinan mutlak di Subang. CINDY DESITA PUTRI/PASUNDAN EKSPRES

SUBANG-Badan Pusat Statistik  (BPS) tidak mencatat dan mengukur angka kemiskinan ekstrem yang terjadi di Kabupaten Subang.  Statistisi Ahli Madya BPS Kabupaten Subang, Mohammad Jalaludin mengatakan, pihaknya hanya mengukur angka kemiskinan mutlak dan tidak mengukur angka kemiskinan ekstrem.

“Jadi kalau kemiskinan ekstrem itu bukan di ranah kita untuk menghitung. Jadi di BPS jtu hanya mengeluarkan angka kemiskinan mutlak. Jadi kalau untuk kemiskinan ekstrem kita tidak mengeluarkan, jadi kita tidak tahu persisnya berapa,” terangnya kepada Pasundandan Ekspres.

Dia menjelaskan, pada tahun 2023 di Subang itu terdapat 152.330 jiwa yang kondisinya disebut miskin. Menurutnya, dengan angka tersebut seharusnya angka kemiskinan ekstrem lebih rendah dari pada angka kemiskinan mutlak.

Sedangkan Dinas Sosial Kabupaten Subang mencatat tahun 2022 hingga 2023 angka kemiskminan ekstrem di Kabupaten Subang mencapai 190.436 ribu Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah 675.177 individu.

“Kalau ada perbedaan angka dari yang sudah ada mungkin ada perbedaan metodelogi dan cara pengumpulan datanya dan juga cara periode pengumpulan datanya mungkin berbeda dengan kita. Sehingga, wajar kalau memang ada perubahan-perubahan atau ada perbedaan,” jelasnya.

Dalam menentukan angka kemiskinan mutlak tersebut, lanjut Jalaludin, setiap tahun pihaknya melakukan survei sosialisai nasional terlebih dahulu. Dari survei itu ada beberapa indikator yang dihasilkan.

“Untuk mengukur kemiskinan kita mengeluarkan tiga indikator yang pertama P0 persentase penduduk miskin, P1 kedalaman kemiskinan, dan P2 keparahan kemiskinan,” terangnya.

Dia menjelaskan, untuk mengukur kemiskinan, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs approach). 

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan penduduk dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. 

“Jadi, bisa disimpulkan bahwa penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, dua tahun terakhir angka kemiskminan ekstrem di Kabupaten Subang mencapai 190.436 ribu Kartu Keluarga (KK) dengan jumlah 675.177 individu.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Limjansos) Dinas Sosial Kabupaten Subang, Deni Wiryanto menyampaikan, data tersebut merupakan data dari Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

“Dara dari P3KE ini, menurut data dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemnko PMK) data tersebut masuk ke dalam angka kemiskinan ekstrem,” terangnya.

Namun, kata Deni, data kemiskinan di Kabupaten Subang dua tahun terakhir yakni pada tahun 2022 dan 2023 menurun sebanyak 0,23 persen.

“Untuk data kemiskinan ada penurunan sekitar 0,23 persen jadi angkanya 2022 itu 9,75 persen, untuk 2023 ada penurunan 9,25 persen,” kata Deni. 

Dia menyebut, saat ini Dinas Sosial bersama stakeholder terkait di Kabupaten Subang berupaya dapat mengurangi angka kemiskinan ekstrem.

Jadi, lanjut Deni, bukan hanya Dinas Sosial saja yang memiliki tanggung jawab mengurus kemiskinan ekstrem. Tetapi semua OPD bisa bahu membahu, bersinergi bagaimana caranya mengatasi kemiskinan di Kabupaten Subang ini bisa menurun.

“Kita berharap semua program-program, bukan hanya dari Dinas Sosial saja tetapi dari OPD terkait harus sama-sama bisa mengerucut ke dalam upaya bagaiamana menangani kemiskinan ekstrem,” pungkasnya.

Adapun faktor yang memicu terjadinya kemiskinan ekstrem adalah ekonomi, kondisi pendidikan, faktor pengangguran, faktor daya beli dan lainnya.(cdp/ysp) 

 

Berita Terkait