Eksistensi Budaya Batak Perantauan

Salah satu tujuan hidup Orang Batak adalah "anak ki do hamoraon di au" yang berarti anak merupakan harta berharga yang tak ternilai. Dalam budaya Batak, anak-anak dianggap sebagai berkah utama, terutama dalam konteks pewarisan garis keturunan. Oleh karena itu, konsep "semakin banyak anak, semakin banyak rejeki" sangat populer, terutama bagi keluarga dengan banyak anak laki-laki. Namun, bagi masyarakat Batak yang tinggal di Bandung, jumlah dan jenis kelamin anak bukan lagi menjadi tolak ukur. Yang lebih diutamakan adalah keberhasilan anak-anak mereka dalam pendidikan dan karir. Hal ini menunjukkan bahwa nilai dan prioritas dapat berubah sesuai dengan lingkungan dan kondisi sosial. Setiap Orang Batak harus memahami tarombo mereka, yaitu silsilah marga Batak. Semua keturunan Batak, terutama yang tinggal di Bandung, harus mengetahui tarombo mereka karena ini memberikan pemahaman tentang sistem kekerabatan mereka. Berbeda dengan suku lain, sangat penting bagi Orang Batak untuk mengetahui tarombo marga mereka dan leluhur mereka. Mereka harus mengingat asal-usul marga mereka.
Memperaktekkan Dalihan Na Tolu disetiap Aktivitasnya
Orang Batak yang tinggal di Bandung selalu menjadikan dalihan na tolu sebagai pedoman hidup mereka. Dalihan na tolu memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat Batak, terutama yang berada di Bandung. Hak dan tanggung jawab individu atau kelompok ditetapkan melalui dalihan na tolu. Mengingat jumlah Orang Batak yang cukup besar di Bandung, hal ini membuat ikatan kekeluargaan mereka menjadi sangat erat, terutama bagi mereka yang tergabung dalam suatu komunitas.
Elemen-elemen dalam dalihan na tolu meliputi hula-hula (keluarga dari pihak istri), dongan tubu (keluarga se-marga), dan boru (keluarga dari anak perempuan). Ketiga elemen ini harus berfungsi secara bersamaan dan tidak boleh terpisah. Orang Batak meyakini bahwa kehidupan mereka akan sejahtera jika ketiga elemen dalam dalihan na tolu ini bersatu.
Pungguan Marga dan Dongan Sabutuha
Pungguan Marga dan Dongan Sabutuha merupakan elemen yang penting dalam sistem sosial Orang Batak di Bandung. Pungguan marga, yang telah ada sejak lama dan diatur dalam dalihan na tolu, mengarahkan Orang Batak di Bandung untuk mengidentifikasi diri mereka berdasarkan marga mereka. Pungguan ini dianggap sebagai komunitas tempat mereka bisa berkumpul untuk mempererat hubungan kekerabatan. Namun, setiap anggota harus patuh pada aturan yang telah ditetapkan dalam pungguan. Semua marga telah diorganisir berdasarkan garis keturunan dan diatur dalam pungguan marga untuk menjaga hubungan kekeluargaan yang solid. Semua anggota marga dan saudara se-marga dikumpulkan dalam satu pungguan marga.
Forum Batak Intelektual Provinsi Jawa Barat
Forum Batak Intelektual Provinsi Jawa Barat (FBI) berfungsi sebagai tempat bagi seluruh komunitas Batak untuk berkumpul dan mengekspresikan identitas mereka di Bandung. FBI berkomitmen untuk memadukan dua budaya dalam konteks budaya Sunda, serta bekerja sama untuk memperkuat Jawa Barat sebagai entitas yang utuh dan terpadu, tidak hanya di wilayah Jawa Barat tetapi juga di seluruh Indonesia. Sebagai bukti kelangsungan kegiatan forum ini dalam memelihara harmoni antar suku, mereka baru-baru ini mengangkat ketua umum FBI yang baru pada tahun 2021. Dengan kehadiran forum ini, diharapkan generasi Batak di Bandung tetap menghargai akar budaya dan identitas asli mereka.
Referensi:
Gusti Asnan, Adat Minangkabau dan Merantau, (Jakarta, Balai Pustaka, 2005).
Pram, Suku Bangsa Dunia & Kebudayaannya, (Jakarta, Cerdas Interaktif, 2013).
Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Samarinda, LKiS, 2004).
Ashmarita, Orang Batak Mempertahankan Identitas Etnisnya, (Indonesia Annual Conference, Vol. 1, 2022).