Opini

Qurban sebagai Simbol Ketaqwaan

idul adha

Oleh

1.Drs.Priyono,MSi (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Takmir Masjid Al Ikhlas Sumberejo,Klaten Selatan)

2. DR.Ibnu Hasan,M.S.I.( Dosen  Prodi PAI Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah) )

 

Kisah yang memberi motivasi kepada kita umat Islam agar selalu meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT telah banyak kita jumpai dan rasakan. Ketaqwaan berarti kedekatan, kedekatan mengandung makna setiap perintahnya akan dilaksanakan, begitu juga larangannya akan ditinggalkan.  Kisah itu sekarang gampang kita dapatkan melalui sosial media yang jangkauannya mendunia dan bahkan kisah tersebut ada di sekitar kita. Bila Allah memanggilnya, tidak ada yang tidak mungkin, misalnya seorang hamba Allah bernama Nuraini Ramli Talan, warga Banda Aceh, seorang tukang cuci pakaian bisa menunaikan ibadah haji setelah menabung selama 17 tahun. Saat beribadah haji, ia berusia 47 tahun. Mbok Kayati, seorang pemulung asal Probolinggo , nenek berusia 68 tahun dapat pergi ke tanah suci melihat ka’bah setelah mengumpulkan uang selama 20 tahun. Saya yakin Allah SWT akan mengabulkan doa saya untuk bisa melihat Ka’bah secara langsung, saat mbok Kayati diwawancarai detik.com. Pasturi Pak Asmani (60 tahun) dan Bu Misani (51 tahun), Pak Asmani sehari hari bekerja sebagai tukang becak, tinggal di Pasuruan berhasil menunaikan ibadah haji tahun 2016 setelah 20 tahun menabung bahkan adan jamaah haji yang mengumpulkan uang hingga 40 tahun lamanya, dia adalah tukang cukur dari Lombok Barat, NTB dan masih banyak lagi kasus serupa yang mengharukan.  Jadi sesuatu yang nampak tidak mngkin akan tetapi jika Allah menghendaki, semuanya bisa saja terjadi.

Terkait dengan kisah ibadah Qurban, juga tidak banyak berbeda dengan kisah heroik ibadah haji, misalnya tersebar sebuah video  dalam media sosial whatsapp yang menceritakan tentang qurban seorang nenek tua yang miskin harta tapi kaya hati. Dikisahkan oleh seorang ustadz yang bercerita tentang  salah satu santrinya yang sudah lansia  bernama mbah Painem , Dia santri dalam kategori  di lingkungannya termasuk paling tidak mampu, tidak memiliki harta yang berharga seperti TV, HP, perhiasan, sepeda, rumahpun terbuat dari bambu dan lantainya masih tanah liat. Kehidupan yang sederhana, kondisi ekonomi yang sulit tidak menjadi halangan untuk berqurban sebagai kewajiban seorang muslim kepada TuhanNya. Qurban adalah bukti kedekatan hamba terhadap Allah swt. Sang Ustadz memberi closing statement yang menggelitik dan memotivasi bahwa urusan qurban bukan kemampuan saja tetapi kemauan. Ada kemauan , ada usaha maka berqurbanlah. Mbah Painem punya alasan transendental ketika ditanya : “kenapa Embah suka qurban ?” dan dijawabnya :” agar kelak jika dipanggil Allah swt dalam keadaan penak(  Mati yang Enak )”. Dan dia rutin melaksanakan qurban  setiap tahun dengan cara memelihara kambing sendiri, yang dipersiapkan untuk qurban.

Kisah di atas memberi pelajaran pada kita sekaligus menjadi bahan renungan bahwa soal qurban ternyata tidak hanya berdimensi duniawi tapi juga ukhrawi sehingga memberikan dorongan dari dalam untuk berpacu dalam melaksanakan ibadah qurban. Meskipun dalam pandangan islam bahwa hanya orang islam yang mampu yang dipanggil untuk melaksanakan ibadah ini tetapi konsep mampu ternyata bisa menjadi alasan yang berkepanjangan dan sulit diukur meskipun dengan cara perbandingan gampang dilogika. Jika seorang muslim bisa membeli sepeda motor seharga Rp 15.000.000 berarti dia mampu, akan tetapi banyak kita temukan mereka punya lebih dari satu motor bahkan handphone lebih dari satu tetapi belum berqurban.

Hari  raya Idul Adha 1445 H atau hari raya qurban sebagai hari bersejarah dalam islam yang ditunggu tunggu kehadirannya  sudah didepan mata, dan persiapan untuk berqurban dengan menyembelih hewan qurban baik berupa sapi, domba dan kambing sudah dilakukan sejak beberapa minggu yang lalu. Melalui media sosial nampaknya semakin mempermudah untuk mewujudkan cita cita religi karena komunikasi dengan media sosial tanpa mengenal batas geografi dan batas waktu, kapan dan dimanapun bisa berlangsung. Melalui medsos, di lingkungan masjid sampai yang lebih luas bahkan bisa antar negara sampai jelajah dunia. Bagi orang yang beriman dan sering bersyukur , berbekal dari QS Al Kautsar yang cukup pendek tapi bermakna komprehensif. Kata kunci berkurban sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt  menjadi perangsang orang islam untuk melaksanakan qurban. Qurban tidak hanya berdimensi individu tapi juga sosial, jadi kedekatan dengan sang pencipta harus dibarengi dengan kedekatan dengan sesama hamba Allah. Ini gambaran hewan qurban di sebuah desa yang menjadi pusat kecamatan di kabupaten Klaten sbb:  LAPORAN TOTAL HEWAN QURBAN 1445 H Se Desa Sumberejo Kec. Klaten Selatan

1. Masjid At Taqwa  Karangnongko Sapi : 2 ekor  Kambing : 4 ekor

2. Masjid Al Mujahidin Gatak Sapi : 3 ekor Kambing : 3 ekor

3. Masjid Al Huda Kunden Sapi : 5 ekor Kambing :2 ekor

4. Masjid Al Mukhayat Ngangkruk Sapi : 2 ekor

5. Masjid Ar Rosyid Sumberbaru Sapi : 2 ekor +Kambing 1 ekor 

6. Masjid Al Fatah Sumberejo Sapi : 2 ekor 

7. Masjid Al Ikhlas Gudang Lor Sapi 3 ekor 

8. Masjid Sholikhin Gudang Kidul Sapi : 2 ekor kambing : 2 ekor

9. Masjid Al Hidayah Bendogantungan Sapi :  4 ekor Kambing ; 1 ekor

10. Masjid Al Jannah Pengkol Sapi : 2 ekor , Kambing : 1 ekor

11. Masjid Cahaya Jombor  Kambing : 12 ekor

12. Masjid Al Muhaimin Padangan Sapi : 3 ekor, Kambing : 3 ekor

13. Masjid Al Munawaroh Kwangen Kambing : 3 ekor

Laporan Sementara Sabtu,15 Juni 2024

Total Sapi: 30 ekor

Total Kambing : 32 ekor.

Semangat masyarakat untuk berkorban sangat tinggi semoga ketaqwaannya diterima Allah SWT dan semoga terus meningkat kefilantropisannya atau kedermawanannya. Berbuat baik pada Tuhannya dan pada machluk ciptaanNya, itulah perintah Al Qur’an.

Kata mendekatkan diri kepada Allah swt mengandung unsur kepasrahan pada sang pencipta bahwa manusia mohon selalu dalam pengawasan dan lindungannya, yang pada ujungnya  bisa melaksanakan segala perintah dan menjahui larangannya. Implikasi kedekatan diri tersebut akhirnya mengalir kepada kepatuhan seorang hamba kepada TuhanNya. Qurban sebagai perintah Allah dimaknai juga sebagai bukti kedekatan manusia terhadap Allah swt, bukan darah sembelihan hewan yang dinilai akan tetapi ketaqwaannya . Jadi betul apa yang dikatakan oleh mbah Painem bahwa qurban bukan urusan yang terkait dengan kemampuan , akan tetapi berkaitan dengan kemauan, sebuah rasa kedekatan dengan sang Khalik. Qurban adalah sebagai pengejawantahan bahwa di dalam ibadah tersebut terkandung makna betapa islam selalu mengajarkan kepeduliaan terhadap sesama. Sehingga setiap perintah ibadah dalam agama maka dimensi sosial akherat selalu mendapat perhatian . Itulah makna keseimbangan dunia akherat. Spirit beribadah yang selalu memperhatikan keseimbangan ini harus selalu terjaga sehingga jangan  sampai terjadi orang di sekitar orang orang beriman yang memiliki komitmen tinggi terhadap agamanya tetapi tidak tersentuh indahnya islam yang suka berbagi sesama dan peduli terhadap manusia di sekitarnya. Fenomena ini sebagai tanda bahwa keseluruhan ibadah ritual memiliki dimensi sosial baik langsung maupun  tidak langsung. Bahkan lebih transparan dan berpihak pada kaum miskin. Ini terbukti dengan diturunkannya QS Al ma’un dengan 7 ayat , yang isinya syarat dengan pehatian pada kaum miskin yang memerlukan uluran tangan. Ibadah ritual yang berefek pada ibadah sosial akan memiliki dampak terhadap pengurangan kemiskinan yang masih membelenggu di tanah air.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua