Indonesia: Merah Putih Zamrud Khatulistiwa

عَنْ عَمْرَةَ قَالَتْ: كَانَ لِوَاءُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبْيَضَ
Artinya : “Dari ‘Amrah, adalah bendera Rosululloh Saw berwarna putih.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannafnya bab fi ‘aqdil liwaa’ wat tikhadzihi No. 33611).
Penjelasan mengenai warna merah putih disebutkan dalam Aunul Ma’bud bahwa : Merah dan putih maksudnya adalah emas dan perak. Dalam kitab nihayah: merah adalah kerajaan Syam, putih adalah kerajaan Persia. Persia disebut putih karena putihnya warna kulit mereka dan mata uang mereka adalah perak. Begitu juga penduduk Syam yang umumnya warna kulitnya merah, mata uang mereka adalah emas. Imam Nawawi berkata : Maksud merah dan putih adalah emas dan perak. Sedangkan maksud harta simpanan Kisra dan Kaisar yaitu dua kerajaan Irak dan Syam. Dalam buku ‘Api Sejarah’, Mansyur Suryanegara bahwa hadits ini mengilhami sejumlah ulama di Nusantara untuk mempopulerkan warna Merah-Putih sebagai panji negara. Ia pun mengungkap sejumlah fakta lain yang menunjukkan warna Merah Putih pernah digunakan Rasulullah sebagai bendera resmi kenabian. Ulama Islam di masa klasik meyakini bahwa Merah Putih merupakan warna kesukaan Rasulullah. Dalam berbagai kesempatan, Nabi disebut pernah memadukan warna ini dalam busana sehari-hari. Terkadang beliau menggunakan Serban Merah di kepala dipadu Gamis Putih, kadang busana dua rangkap Gamis Putih dengan Jubah Merah. Keterangan busana kebanggaan Nabi itu pernah dilaporkan Al-Barra dalam sebuah hadits, “Kanan Nabiyyu marbuu’an wa qadra ataituhu fi hullathin hamra’ Ma raitu syaian ahsana minhu, (Pada suatu hari Nabi duduk bersila dan aku melihatnya beliau memakai hullah (busana rangkap dua) berwarna merah, aku tak pernah melihat yang seindah itu).” Merah Putih style yang sering ditunjukan Nabi itu kemudian menginspirasi sahabat-sahabatnya. Dalam sejumlah keterangan disebut bahwa salah seorang sahabat Nabi, Khalid bin Walid, menggunakan warna ini untuk sarung pedang yang ia pakai berjuang sebagai tentara. Sementara sahabat Nabi yang lain, Ali bin Abi Thalib dikabarkan justru memberikan unsur warna ini pada gagang pedangnya.
Para ulama di Nusantara di awal penyebaran Islam tak mau ketinggalan. Mereka memasukan dua unsur warna ini dalam sejumlah ritus keagamaan. Tradisi penyajian Bubur Merah dan Bubur Putih di saat perayaan Tahun Baru Islam atau menyambut kelahiran bayi dan kebiasaan masyarakat yang melillitkan kain Merah dan Putih di atas bangunan rumah atau masjid baru adalah salah satu contohnya. Demikian pula tradisi bertutur dan berpantun Melayu yang mengenal Sekapur Sirih dan Seulas Pinang, karena pencapuran kapur dan sirih akan mencipta warna Merah sedangkan pinang yang dibelah akan menyisakan warna Putih. Dari sisi sejarah Nusantara sendiri warna Merah Putih bukanlah warna yang asing. Pramudya Ananta Toer dalam karya sastra Bumi Manusia memulai cerita perairan Tuban di Laut Jawa yang dipenuhi Jung Majapahit dengan kibaran umbul-umbul Merah Putih. Dalam Pararaton (kitab kuno tentang raja-raja Jawa) disebutkan bahwa sebelum Majapahit berdiri balatentara Jayakatwang dari kerajaan Kediri juga menggunakan bendera Merah Putih saat menyerang Singasari. Jauh sebelumnya di Candi Borobudur yang sudah ada sejak 824 Masehi terdapat relief bergambar tiga orang perwira sedang mengibarkan ‘pataka’ atau bendera. ‘Pataka’ tersebut menurut seorang pelukis berkebangsaan Jerman dilukis dengan warna merah putih. Kerajaan Mataram Kuno dan Sriwijaya juga dikabarkan menggunakan warna ini sebagai simbol kebesaran kerajaan. Perang Jawa yang dideklarasikan Pengeran Diponegoro pada 1825-1830 juga menorehkan sejarah Merah Putih. Panji warna Merah Putih digunakan seluruh pasukan Diponegoro di setiap front peperangan.
Dari kajian hadits dan sejarah di atas, maka kita sebagai warga negara Indonesia selayaknya menghormati merah putih dan berbangga diri karena merupakan bendera yang pernah dipakai dan disukai oleh Rasulullah SAW. Bung Karno pernah berwasiat, “Aku minta kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Merah Putih ini. Jangan ada satu kelompok yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia”. Bendera merah putih yang memiliki filosofi berani dan suci pun tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan keberanian dan kesucian (al-syaja’ah wa nadhafah). Maka penulis mengajak umat Islam di Indonesia agar melihat persoalan ini secara historis dan jangan terjebak pada sikap beragama yang simbolik dan tekstual (al-tadayyun al-syakli wal harfi).
Dalam QS Ar Rahman ayat 13 mengingatkan umat muslim untuk bersyukur kepada-Nya. Sebab, Allah SWT selalu memberikan kenikmatan kepada manusia yang hidup di dunia. Kenikmatan tersebut tidak hanya sebatas materi, namun juga mencakup kesehatan, hidup bahagia, nikmat umur hingga kehidupan dan tinggal di bumi pertiwi Indonesia. Terlebih, rezeki tiap-tiap manusia telah dijamin oleh Allah SWT sejak masih berada dalam kandungan sang ibu.
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ Artinya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?"
Menurut Tafsir Al-Wajiz oleh Syaikh Prof Dr Wahbah az-Zuhaili, surat Ar Rahman ayat 13 menjadi sebuah bentuk pemberitahuan kepada manusia dan jin. "Kalian tidak bisa mendustakannya. Dalam sunnah beliau bersabda setelah ayat itu: 'tidak satupun dari nikmat Tuhan yang kami dustakan, maka segala puji bagi-Mu,' pengulangan ayat ini merupakan perkara yang bagus untuk menyebut satu per satu nikmat (Allah)," tulis tafsir tersebut.
Subhanallah, ternyata negara Indonesia dengan sang saka merah putihnya yang kita cintai ini merupakan negara yang penuh keberkahan dan mendapat dekengan dari pusat (Allah SWT), yaitu dengan pesona alam Zamrud Khatulistiwa, dimana membentang hamparan alam hijau nan permai, birunya laut yang luas, dengan berbagai-jenis hayati yang akan membuat siapa saja terkesima. Ditambah dengan lambang negara Dwi Warna sangsaka merah putih bukan hanya memberikan inspirasi untuk bendera, akan tetapi juga sebuah peringatan bahwa kemenangan, kejayaan umat Islam yang digambarkan dengan warna merah putih adalah style kejayaan. Semoga bermanfaat. Wallahu A'lam Bishawab