Etos Kerja Dalam Pandangan Islam

Etos Kerja Dalam Pandangan Islam

Ada 4 (empat) prinsip etos kerja cerdas yang diajarkan Rasulullah seperti diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam “syu’bul Iman”. Pertama, bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan). Halal dari segi jenis pekerjaan sekaligus cara menjalankannya. Antitesa dari halal adalah haram, yang dalam terminologi fiqih terbagi menjadi ‘haram lighairihi’ dan ‘haram lidzatihi’ (Haram lidzatihi maksudnya hukum asal makanan itu sendiri sudah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya yang dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits seperti babi, sedangkan haram lighairihi maksudnya subtansi bendanya halal (tidak haram) namun cara penanganan atau memperolehnya tidak dibenarkan oleh ajaran Islam). Kedua, bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Kaum beriman dilarang menjadi benalu bagi orang lain. Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya di atas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, setiap pekerjaan asal halal adalah mulia dan terhormat dalam Islam. Lucu jika masih ada orang yang merendahkan jenis pekerjaan tertentu karena dipandang remeh dan hina. Padahal pekerjaan demikian justru lebih mulia dan terhormat di mata Allah ketimbang meminta-minta. Ketiga, bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Mencukupi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain. Tidak dapat diwakilkan, dan menunaikannya termasuk kategori jihad.

Hadis Rasulullah yang cukup populer, “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah). Tegasnya, seseorang yang memerah keringat dan membanting tulang demi keluarga akan dicintai Allah dan Rasulullah. Ketika berjabat tangan dengan Muadz bin Jabal, Rasulullah bertanya soal tangan Muadz yang kasar. Setelah dijawab bahwa itu akibat setiap hari dipakai bekerja untuk keluarga, Rasulullah memuji tangan Muadz seraya bersabda, “Tangan seperti inilah yang dicintai Allah dan Rasul-Nya”. Keempat, bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari jerit tangis lingkungan sekitar. “Hendaklah kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian harta yang Allah telah menjadikanmu berkuasa atasnya.” (Qs Al-Hadid: 7).

Prinsip dari etos kerja adalah ibadah, kerja adalah bagian dari amanah, kerja adalah bagian dari amal saleh dan pekerjaan yang dikerjakan haruslah pekerjaan yang halalan thayiban. Setiap Muslim diharuskan untuk memiliki etos kerja sebagaimana 4 (empat) sifat suri tauladan Rasulullah SAW yaitu Siddiq (selalu berkata dan berbuat jujur), Amanah (dapat dipercaya dalam segala hal apapun), Tabligh (menyampaikan hal baik dan buruk) dan Fathonah (sangatlah luar biasa dan cerdas dalam segala hal). Sehingga karakter etos kerja seorang Muslim harus berprinsip bahwa ; bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan), bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah), (fastabiqūl khairāt), bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi), bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi) . Wallahu A'lam Bishawab 


Berita Terkini