Subang

Pojokan 246: Simbol Teror

Kang Marbawi.
Kang Marbawi.

Walau manusia itu menduduki tahta tertinggi dalam piramida kehidupan, namun tetap manusia bertekuklutut mengidolakan binatang. Tengok saja, hampir semua klub sepak bola top dunia, mengambil hewan sebagai logonya. Contohnya logo AS Roma dengan serigala betina yang menyusui dua bayi kembar, Romulus dan Remus. Seolah serigala adalah hewan bertuah di banding hewan-hewan lainnya.

Ada yang juga memilih singa sebagai lambang klubnya. Macam Chelsea dengan Singa jantan dan betina bernama Stamford dan Bridget. Tak mau kalah logo Bayer Leverkusen juga menampilkan dua singa. Ada juga yang menampilkan Sepasang burung murai bernama Monty dan Maggie Magpie, seperti dipunyai klub Newcastle.  Lihat juga logo Brentford dengan seekor lebah bernama Buzz, dengan nama panggilan “The Bees”. Ada pula klub Beneventi yang berlogo babi berpita sebagai penanda klubnya. Hanya kadal dan cicak saja yang tak laku dijadikan logo.

Tak hanya klub sepak bola, lambang beberapa negara pun mengadopsi binatang. Seperti negara kita yang mengadopsi burung Garuda sebagai lambang negara dan menunjukkan keperkasaan, keberanian, kejujuran,ketulusan dan melindungi segenap rakyat serta semangat menjunjung tinggi nama baik bangsa Indonesia. Atau singa dan harimau seperti dimiliki lambang negara Singapura.

Pokoknya, hanya fauna tertentu yang pas dijadikan logo kebanggaan baik oleh klub atau lambang negara. Selain itu -hewan yang dijadikan simbol, tak pantas mewakili semangat dan filosofi klub dan negara. Dan jangan sekali-kali mencela simbol itu. Bisa diperkarakan.

Selain dijadikan logo klub atau lambang negara, hewan sering juga dijadikan sesajen-korban. Soal binatang kurban ini sudah lumrah, sejak Adam turun ke bumi, sudah ada sato yang dikurbankan. Bahkan Ismail pun dalam sejarahnya ditukar dengan hewan domba kurban.

Ada juga binatang yang dijadikan tokoh utama dalam novel fabel. Seperti novel alegoris satir Animal Farm karya George Orwell, nama pena dari sosok Eric Arthur Blair.  Novel yang ditulis tahun 1943-1944 dan terbit tahun 17 Agustus 1945 tersebut diterjemahkan Mahbub Djunaedi menjadi “Binatangisme” tahun 1983. Novel ini bercerita tentang sekelompok hewan yang memberontak terhadap petani manusia. Pada akhirnya, pemberontakan itu dikhianati dan melahirkan kediktatoran seekor babi bernama Napoleon. Akhirnya pertanian berada dalam keadaan yang jauh lebih buruk daripada sebelumnya.

Singkat kata, binatang bisa dijadikan simbol apapun untuk kepentingan dan tujuan manusia.  Hatta dijadikan lelucon, fabel dan teror. Tergantung pesanan.

Dan yang biasa menggunakan binatang sebagai teror adalah mafioso – kelompok kejahatan terorganisir. Bahkan mereka lebih kreatif dan inovatif dalam teror menggunakan binatang. Yang pasti tak satupun binatang yang dijadikan simbol teror yang dimasak lebih dulu. Sebab jika dimasak lebih dulu, bukan teror namanya, tapi hantaran persahabatan dan mempererat silaturahmi.

Jelas dan bisa dipastikan, kiriman kepala babi dengan kuping yang terpotong serta bangkai tikus terpotong kepalanya kepada wartawan Majalah Tempo, masuk dalam katagori teror. Bukan masuk golongan kiriman paket THR (Tunjangan Hari Raya) jelang lebaran.

Menilik laku mafioso, kiriman kepala babi menandakan peringatan dan ancaman terhadap musuh atau lawan politik. Pengirimnya mungkin terinspirasi oleh para mafia di Sisilia-Itali untuk menebar ancaman.

Kiriman paket babi-tikus memperkaya khazah permafiaan di Indonesia. Ada mafia jabatan, politik, hukum, tanah, pagar laut, minyak goreng,  beras, gula, garam, kecap, sandal jepit. Rupanya di negeri tercinta ini, selalu ada mafia. Bisa jadi mereka kolaborasi penguasa, oligarkh dan preman kampung. Bedanya mereka tidak terang benderang seperti mafia pengirim kepala babi dan tikus terpotong.

Seperti film-film mafioso, perlu aktor protagonis untuk membasmi mafia-mafia itu. Sayang tokoh protaginisnya seperti Baharuddin Lopa, Artijo Alkautsar sudah semakin limit. Kebanyakan aktor utama di negeri ini tergoda menjadi bagian dari mafia.  (Kang Marbawi, 290325)

 

Tag :
Terkini Lainnya

Lihat Semua