Tari Doger Kontrak, Kesenian Asal Subang yang Hampir Punah

Tari Doger Kontrak, Kesenian Asal Subang yang Hampir Punah

Tari Doger Kontrak (Foto: Laman resmi Pemkab Subang)

PASUNDAN EKSPRES - Tari Doger Kontrak yang dikenal sebagai kesenian rakyat asal Subang memiliki sejarah panjang pada masanya, bahkan tarian ini nyaris punah.

Selain kesenian Sisingaan, ada salah satu kesenian asal Subang yang masih jarang diketahui oleh masyarakat Subang yaitu Tari Doger Kontrak.

Mengutip dari laman resmi Pemkab Subang, Tari Doger Kontrak merupakan kesenian rakyat asal Subang yang dibawakan oleh penari wanita (Ronggeng) yang ditampilkan sebagai hiburan di wilayah perkebunan.

Adapun tarian ini hampir mirip dengan tari ronggeng dan menjadi hiburan bagi para buruh dan orang-orang Belanda pada masa Hindia Belanda.

BACA JUGA: Tempat Wisata di Subang yang Murah dan yang Pasti Menyenangkan

Melansir dari jurnal yang diterbitkan ISBI Bandung, istilah doger merujuk pada penari wanita yang biasa disebut ronggeng dalam kesenian Ketuk Tilu.

Sementara istilah Kontrak merupakan nama sebuah tempat perkebunan di mana masyarakat Jawa Barat pada masa lalu menyebut dengan "kontrak".

Adapun istilah lain doger kontrak dikaitkan dengan istilah kuli kontrak dalam sistem perkebunan di Jawa Barat pada masa Hindia Belanda.

Kemunculan Tari Doger Kontrak tidak dapat lepas dari tumbuhnya perkebunan-perkebunan swasta yang berada di bawah perusahaan P&T Lands (Pamanoekan en Tjiasemlanden).

BACA JUGA: FLS3N Bangun Karakter dan Kreativitas Siswa, Kegiatan Sukses Digelar di Subang

Pada masa itu, Subang menjadi pusat administrasi P&T Lands yang dimiliki oleh tuan tanah asal Belanda bernama Peter Willem Hofland.

Menurut Iim Imadudin dalam jurnal "Dampak Kapitalisme Perkebunan Terhadap Perubahan Kebudayaan Masyarakat di Kawasan Subang 1920-1930", para buruh yang bekerja di perkebunan kerap mengalami kejenuhan, sementara para tuan tanah memiliki kepentingan sendiri untuk menyambut dan menghibur para tamunya.

Oleh karena itu, pihak perkebunan P&T Lands menggelar hiburan bagi masyarakat sekitar dengan mengundang hiburan rakyat bagi orang-orang Sunda, termasuk doger kontrak.

Mereka mengundang para penari wanita yang berasal dari pantai utara Subang dengan mempertunjukkan tari doger kontrak untuk menghibur para buruh.

Hal ini menjadi cikal bakal tari Doger Kontrak populer di kawasan perkebunan dan menjadi hiburan bagi para buruh dan tuan tanah Belanda.

Kendati Tari Doger Kontrak populer pada masa Hindia Belanda, namun tarian ini hampir punah dan dilupakan selama puluhan tahun.

Pada awal 1970-an, sekelompok dosen dari Akademi Seni Tari/ Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung (kini ISBI Bandung), termasuk Nanu Munajar Dahlan, Iyus Rusliana, dan Dindin Rasidin, mulai menaruh perhatian pada kesenian Doger yang hampir punah.

Mereka mulai mencoba merevitalisasi pertunjukan doger dengan proses penelitian yang cukup panjang dan melakukan rekonstruksi kesenian tersebut sesuai dengan aslinya.


Berita Terkini