Daerah

Ruwatan Lembur Jaga Tradisi dan Merawat Budaya, Ungkapan Rasa Syukur Warga Desa Cupunagara

Desa Cupunagara
Pertunjukan seni sunda pada ruwatan Lembur Kampung Cibulao RT 01/RW 04 Desa Cupunagara Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang.(Hadi Martadinata/Pasundan Ekspres)

SUBANG-Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak, tepatnya di RT 01 RW 04 Kampung Cibulao, baru saja menggelar acara Ruwatan Lembur yang diadakan setiap tahun pada bulan Muharram. Acara ini dihadiri oleh banyak warga dari RT 01 dan RW 04, menjadikannya sebagai ajang berkumpul dan bersyukur bersama pada Rabu (17/7).

Acara Ruwatan Lembur merupakan syukuran tahunan yang diadakan pada bulan Muharram, bulan pertama dalam kalender Hijriah yang penuh makna bagi umat Islam. 

Sesepuh desa, Pak Iyan, menjelaskan Ruwatan Lembur juga dikenal dengan istilah Ruwatan Bumi atau Sedekah Bumi. "Mengapa harus di bulan Muharram? Karena banyak kejadian penting yang harus disyukuri dan diingat sepanjang masa, khususnya oleh umat Islam," jelas Iyan.

Beberapa peristiwa bersejarah yang terjadi pada bulan Muharram antara lain: diampuninya dosa Nabi Adam A.S. oleh Allah SWT, diselamatkannya Nabi Nuh A.S. dari bencana besar, serta diselamatkannya Nabi Ibrahim A.S. dari api yang membara oleh Raja Namrud. Selain itu, bulan Muharram juga menandai tahun baru dalam kalender Hijriah, yang kini telah memasuki tahun 1446.

Iyan menambahkan syukuran berasal dari kata "syakuro," yang berarti menerima segala sesuatu yang diberikan oleh Allah dengan rasa syukur. "Syukuran adalah cara kita menerima dengan ikhlas segala pemberian Allah, dan juga sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur," ujarnya.

Ruwatan, menurut Pak Iyan, merupakan bentuk lain dari syukuran yang dilakukan dengan memadukan budaya lokal. "Ruwatan itu syukuran yang dilakukan dengan budaya, hasil karya cipta manusia yang dilakukan turun-temurun," jelasnya.

Dalam acara Ruwatan Lembur, warga Desa Cupunagara juga menampilkan seni musik Gembyung, sebuah bentuk seni tradisional yang kerap kali membuat para pemainnya kesurupan. "Mengapa menggunakan Gembyung? Karena seni ini memiliki makna spiritual dan sejarah yang kuat di masyarakat kami," kata Pak Iyan.

Pak Iyan menekankan pentingnya budaya dalam kemajuan suatu bangsa. Mengutip sebuah seminar kebudayaan di Amerika, ia mengatakan, "Kemajuan suatu bangsa dinilai dari tata bahasa dan budayanya. Budaya yang baik dan tata bahasa yang bagus mencerminkan kemajuan bangsa tersebut."

Tujuan utama diadakannya Ruwatan Lembur adalah untuk menjaga keharmonisan dan kebersamaan warga. "Kami ingin masyarakat kita hidup damai, tentram, rukun, dan kompak. Seperti pepatah Sunda, 'paeuyeuk-euyeuk leungeun pa antai-antai tangan,' yang artinya bergotong-royong dan bekerja sama," jelas Pak Iyan.

Acara ini diharapkan dapat memberikan keselamatan dan kesejahteraan bagi seluruh warga. "Dengan Ruwatan Lembur, kami berharap warga Desa Cupunagara selalu dalam lindungan dan keberkahan Allah SWT," pungkas Pak Iyan.

Ruwatan Lembur di Desa Cupunagara dilaksanakan dengan meriah dan penuh makna. Acara dimulai sejak pagi hari dengan berbagai persiapan yang melibatkan seluruh warga. Panggung untuk pertunjukan Gembyung didirikan di tengah kampung, dan berbagai hiasan tradisional dipasang untuk memeriahkan suasana.

Warga mulai berkumpul sejak pagi, mengenakan pakaian tradisional Sunda. Para sesepuh desa memberikan sambutan dan doa, mengajak seluruh warga untuk bersama-sama mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.

Pertunjukan Gembyung menjadi acara puncak dalam Ruwatan Lembur. Gembyung adalah seni musik tradisional Sunda yang dimainkan dengan alat musik kendang, terbang, dan kecrek. Musik yang dimainkan memiliki ritme yang khas dan sering kali membuat para pemainnya masuk dalam kondisi trance atau kesurupan.

Pak Iyan menjelaskan bahwa Gembyung tidak hanya sekedar hiburan, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam. "Gembyung adalah warisan budaya leluhur yang mengajarkan kita tentang kehidupan, kebersamaan, dan hubungan kita dengan Sang Pencipta," katanya.

Pak Iyan berharap bahwa tradisi ini akan terus dilanjutkan oleh generasi muda. "Budaya adalah identitas kita. Tanpa budaya, kita akan kehilangan jati diri sebagai bangsa. Oleh karena itu, mari kita jaga dan lestarikan budaya kita," katanya.

Acara ini menjadi cerminan betapa pentingnya budaya dan tradisi dalam kehidupan masyarakat, serta sebagai upaya untuk terus memperkuat tali silaturahmi dan kebersamaan antarwarga.(hdi/sep)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua