Ini Kisah Abdurrahman bin Auf, Sahabat Nabi yang Selalu Gagal Menjadi Miskin

Gambar Ilustrasi Kisah Abdurrahman bin Auf/ Foto Screenshot via Freepik/by.madiamira
PASUNDAN EKSPRES - Dalam keinginan manusia untuk mencapai kemakmuran finansial, Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah SAW, menawarkan sebuah narasi yang menarik.
Meskipun kekayaan tampak menjadi tujuan yang diidamkan oleh banyak orang, Abdurrahman bin Auf menjadi contoh yang menarik karena gagal dalam mencapai keinginannya untuk hidup sederhana.
Abdurrahman bin Auf, seorang tokoh yang kaya raya, memilih jalan sebaliknya dengan keinginan kuat untuk hidup dalam kesederhanaan.
Motivasi tersebut didorong oleh ketakutannya terhadap beban harta benda di akhirat. Sebagai sahabat Rasulullah, dia dikenal karena keteguhan hatinya dalam bersedekah.
BACA JUGA: Beberapa Koin Kuno Paling Langka dan Mahal di Dunia
Lahir di Makkah pada tahun ke-10, tahun Gajah, atau sekitar tahun 581 M, Abdurrahman bin Auf memiliki perjalanan hidup yang penuh warna.
Dalam buku 'Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya' karya Ustadz Imam Mubarok bin Ali, usianya dikatakan lebih muda daripada Rasulullah seperti yang dikutip dari detik finance pada Selasa 12 Maret 2024.
Nama aslinya, Abdu Amru, diganti oleh Rasulullah menjadi Abdurrahman.
Seperti sahabat-sahabatnya yang lain, Abdurrahman juga mengalami tantangan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy saat pertama kali memeluk Islam.
BACA JUGA: 10 Uang Koin Kuno yang Paling Dicari Kolektor di Indonesia, Yuk Cek Daftarnya
Namun, keteguhannya dalam keyakinan tidak tergoyahkan.
Setelah hijrah ke Madinah, Abdurrahman meninggalkan seluruh kekayaannya di Mekkah. Meskipun tiba di Madinah tanpa harta, dia tidak putus asa.
Rasulullah mempersaudarakannya dengan Sa'ad bin al-Rabi' al-Anshari, yang menawarkan bantuannya dalam bentuk harta. Namun, Abdurrahman menolak dan memilih untuk memulai usaha dagang sendiri.
Dengan kreativitasnya, Abdurrahman mengembangkan sebuah pasar baru di Madinah. Dia membeli tanah murah di sekitar pasar dan membaginya menjadi petak-petak kecil untuk dijual kepada para pedagang.
Dengan sistem bagi hasil yang adil, pasar tersebut menjadi populer dan menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat.
Meskipun usahanya sukses dan kekayaannya bertambah, Abdurrahman terus berusaha untuk hidup sederhana.
Dia merasa khawatir akan kemantapan imannya jika terlalu banyak terikat pada harta dunia. Namun, upaya-upaya Abdurrahman untuk hidup dalam kesederhanaan selalu berakhir dengan kegagalan.
Bahkan ketika dia menyedekahkan sebagian besar harta bendanya dan memberikan sumbangan besar untuk kepentingan umat Islam, harta kekayaannya justru terus bertambah.