PASUNDAN EKSPRES - Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh IDN Times x Total Politik di The Plaza IDN Media HQ, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berbicara panjang lebar tentang berbagai isu, termasuk potensi ekonomi Indonesia yang akan membaik pada prediksi tahun 2045.
Luhut juga membahas potensi besar Indonesia dalam perdagangan karbon. "Kita punya carbon capture storage yang salah satu terbesar di dunia, 400 gigaton. Itu dagangannya besar," ujarnya. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sedang menyiapkan institusi yang diperlukan untuk mengelola potensi ini dan memastikan bahwa Indonesia dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk kemajuan ekonomi nasional.
Lebih lanjut, Luhut menjelaskan bahwa Indonesia memiliki hutan dan lahan gambut yang luas yang dapat berperan sebagai penyerap karbon alami. "Kita harus bisa memanfaatkan kekayaan alam ini dengan bijak. Hutan dan lahan gambut kita adalah aset besar dalam perdagangan karbon," tambahnya. Pemerintah, menurut Luhut, akan berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan masyarakat internasional, untuk mengoptimalkan potensi ini.
Program perdagangan karbon ini tidak hanya berpotensi meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga membuka peluang pekerjaan baru. "Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menciptakan lapangan pekerjaan hijau dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelas Luhut. Dia menekankan pentingnya pelatihan dan pendidikan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang kompeten di sektor ini.
Di sisi lain, para pakar ekonomi menyambut baik rencana ini namun juga mengingatkan tentang tantangan yang harus dihadapi. "Penerapan sistem perdagangan karbon memerlukan regulasi yang kuat dan transparansi," ujar Dr. Andi Wijaya, seorang ekonom lingkungan. "Kita harus memastikan bahwa semua pihak mematuhi aturan dan tujuan utama untuk mengurangi emisi karbon tetap terjaga."
Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam upaya pengurangan emisi karbon dengan menandatangani berbagai kesepakatan internasional, termasuk Paris Agreement. Program perdagangan karbon ini dianggap sebagai langkah konkret yang dapat memperkuat posisi Indonesia dalam upaya global menghadapi perubahan iklim.
Namun, selain peluang, ada juga tantangan yang perlu dihadapi, seperti potensi kebocoran karbon dan kebutuhan akan teknologi yang canggih untuk memastikan efektivitas program ini. "Kita harus memastikan bahwa teknologi yang digunakan benar-benar efektif dan sesuai dengan standar internasional," kata Luhut.
Keseriusan pemerintah dalam mengembangkan perdagangan karbon juga terlihat dari rencana pengembangan infrastruktur yang mendukung, seperti pusat penelitian dan pengembangan serta fasilitas penyimpanan karbon. "Ini adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga pada ekonomi kita secara keseluruhan," tutup Luhut.
Dengan potensi besar yang dimiliki, Indonesia berada di posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam perdagangan karbon global. Dukungan yang kuat dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat internasional akan menjadi kunci suksesnya program ini.