Headline

Tausiyah Ramadan: Puasa Baromater Ketaqwaan

Tausiyah Ramadan: Puasa Baromater Ketaqwaan
Tausiyah Ramadan: Puasa Baromater Ketaqwaan

H. Jejen Mujiburrohman, S.Ag

(Katim Bina Paham Keagamaan dan Perpustakaan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Prov. Jabar)

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al Baqarah ayat 183). Setidaknya ada empat kata kunci dalam ayat diatas yang wajib dipahami oleh setiap muslim agar memiliki pemahaman yang utuh. Yaitu; Puasa (as-shaum), orang beriman (aamanu), umat sebelum periode nabi Muhammad (alladzina min qoblikum), dan ketakwaaan (laalakum tataqun). Antara satu term dengan term yang lainnya memiliki pahaman yang berkaitan, hal ini menunjukan keutuhan bahwa puasa menjadi sesuatu yang sangat urgen bagi setiap muslim. 

Keimanan seseorang menjadi penentu untuk bisa melaksanakan puasa, karena tanpa keimanan ibadah puasa bisa menjadi sesuatu yang sangat berat. Menahan lapar seharian bagi sebagian orang yang bekerja berat, menjadi alasan untuk tidak bisa melaksanakan puasa. Atau bisa saja puasa dijalankan dalam kepura puraan. Karenanya, dalam perintah Allah SWT diatas diawali dengan panggilan untuk orang beriman.  

Allah SWT dalam mengukuhkan kewajiban puasa, membuat perbandingan antara umat Rosulullah SAW dengan umat terdahulu. Ini menunjukan bahwa kewajiban berpuasa bukan merupakan barang baru, tetapi telah berjalan bagi setiap periode nabi dan rosul. 

Ada harapan yang sangat besar yang Allah sandarkan pada pundak setiap orang yang beriman yang menjalankan ibadah puasa yaitu nilai ketakwaan, sebab tidak ada ukuran yang paling mulia dihadapan Allah SWT melebihi derajat ketakwaan. “Sesungguhnya Allah tidak melihat fisik dan harta kalian tetapi Ia melihat hati dan amal kalian”tegas Rosulullah SAW.

Air itu kuat, terlebih jika air dalam bentuk sunami. Tetapi kuatnya air masih bisa kalah dengan sinar matahari, sebab air akan menguap. Sinar matahari itu kuat, tetapi masih bisa kalah dengan awan. Awan itu kuat, apalagi jika awan cumulonimbus yang menyebabkan banyak pesawat celaka. Tetapi kuatnya awan masih bisa kalah dengan angin. Angin itu kuat, terlebih jika dalam bentuk angin topan, tetapi masih bisa kalah dengan gunung. Dan gunung itu kuat sehingga disebut pasak bumi, tetapi masih bisa kalah dengan manusia. Manusia itu kuat tetapi kalah dengan hawa nafsu. Hawa nafsu itu kuat tetapi masih bisa kalah dengan keimanan. Nah kalau keimanan kuat, tidak ada satupun kekuatan yang bisa mengalahkannya. 

“Ahad. Ahad. Ahad. Allah Maha Esa. Satu-satunya yang pantas disembah” ucap Bilal bin Rabah padahal ia dalam kondisi dicambuk, dibaringkan diatas terik pasir, dihimpit badannya dengan batu, disiksa dengan sangat pedih oleh majikannya, tetapi dia tetap mempertahankan keyakinannya. Atau kisah Galileo Galilei yang dihukum mati karena mempertahankan keyakinannya tentang teori heliosentris. Albert Einstein adalah fisikawan Jerman yang terusir dari negerinya karena mempertahankan teori relativitas. Giordano Bruno merupakan matematikawan dan filsuf Italia yang mendukung pandangan Copernicus bahwa bumi mengorbit matahari, dan bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta yang menyebabkan ia dihukum bakar.  

Coba turunlah anda kebawah dan lihatlah. Ada petani yang mencangkul lahan seharian, membajak padi disawah, membelah batu dengan berpeluh keringat dibawah terik matahari, tukang becak yang mengayuh becaknya demi mengumpulan rupiah demi rupiah dengan penuh kelelahan, tetapi mereka mampu berpuasa menahan haus dan lapar seharian. Dan pada waktu bersamaan, diruang AC yang dingin, duduk dibelakang meja, tidak berpanas panasan, tidak berkeringat, jauh dari terik matahari, tetapi justru mereka mereka ini tidak mampu hanya untuk sekedar menahan lapar dari waktu subuh sampai waktu magrib.

Puasa adalah gambaran pertarungan kuat dan lemahnya sebuah keimanan.(*)

 

Terkini Lainnya

Lihat Semua