Headline

Tausiyah Ramadan: Puasa yang Sia-sia

Tausiyah Ramadan

Oleh: H. Jejen Mujiburrohman, S.Ag

(Katim Bina Paham Keagamaan dan Perpustakaan Islam Kantor Wilayah Kemenag Jabar)

 

Pagi hari dijantung kota Madinah. Rosulullah SAW berjalan dari satu gang ke gang yang lainnya. Menjadi kebiasaan beliau, karena kecintaannya terhadap umat, untuk menyaksikan secara langsung keluh kesah mereka. Tibalah Rosulullah SAW didepan sebuah rumah, ada seorang perempuan yang sedang memaki anaknya. Kemudian Rosulullah mengambil sebutir kurma. “Makanlah…!” pinta Rosulullah. “saya sedang berpuasa ya Rosulullah” jawab perempuan tadi. “Makanlah…! tegas Rosulullah untuk yang kedua dan ketiga kalinya meminta perempuan itu untuk memakan kurma. Perempuan itu tetap menolaknya. “Bagaimana mungkin kau berpuasa padahal dalam waktu yang sama kau memaki-maki anakmu” jawab Rosulullah.

Puasa artinya menahan, dalam bahasa arab disebut dengan ‘al-imsak’. Istilah imsak sangat populer dikalangan masyarakat Indonesia. Memulai menahan untuk tidak makan dan minum diwaktu subuh serta mulai diperbolehkan makan minum pada sore hari disusun dalam bentuk jadwal imsakiyah.

Dalam terminology fiqih ada dua alasan yang membatalkan puasa. Alasan pertama makan, minum dan berhubungan badan dengan istri disiang hari, secara mutlak maka ibadah puasanya batal. Alasan yang kedua secara syar’i puasanya tidak batal akan tetapi nilai dan pahalanya yang batal.

Andai puasa itu sebuah komputer, maka ia dibangun diatas dua perangkat. Perangkat kasar dan perangkat lunak. Jika perangkat kasar rusak maka dapat dipastikan perangkat lunaknya juga ikut rusak. Tetapi jika perangkat lunaknya saja yang rusak bisa jadi perangkat kasarnya masih utuh.

Menjaga pearangkat kasar dalam berpuasa, dengan cara tidak makan dan minum serta berhubungan badan dengan istri disiang hari, ini terhitung mudah. Akan tetapi menjaga perangkat lunak yang merusak nilai dan pahala puasa, ini terbilang susah. Seperti korupsi, berbohong, tidak menepati janji, ghibah, mempitnah, menghina, mencela, provokasi, hate speech atau ujaran kebencian dll.

Bagaimana mungkin kita sedang berpuasa tetapi dalam waktu bersamaan kita melakukan korupsi, mencuri uang yang bukan haknya, mencari nafkah yang tidak halal, apalagi harta itu kita pergunakan untuk makan sahur dan berbuka puasa. Seperti apa kelak kita berseteru dihadapan Allah untuk mempertahankan nilai puasa kita.

Bagaimana mungkin kita berpuasa padahal dalam waktu yang sama kita melakukan ghibah, membicarakan aib orang lain. Sebanyak itu kita membicarakan aib orang lain maka sebanyak itu kita merusak pahala puasa kita. Sebesar apapun aib seseorang, bukanlah hak kita untuk membukanya kepada orang lain. “Barangsiapa yang menutupi aib seseorang, maka Allah akan menutupi aibnya. Dan barangsiapa yang membukakan aib seseorang, maka Allah akan membukakan aibnya” begitu Rosulullah SAW bersabda. Apa yang ingin kita bangggakan kelak dihadapan Allah dengan membawa puasa kita yang rusak ini.

Bagaimana mungkin kita sedang berpuasa, tetapi dengan penuh kesadaran kita melakukan fitnah, mencela, menghina, provokasi dan ujaran kebencian.

Bukankan memfitnah dosanya lebih besar dari membunuh?. Bukankah mencela dan menghina sesama, hakikatnya adalah mencela dan menghina Allah SWT sang pencipta?. Bukankan provokasi dan ujaran kebencian adalah cara iblis merusaka tatanan kehidupan manusia? Mampukah kita bertegak muka, percaya diri, kelak dihadapan pengadilan Allah, ketika semua amal kita diperhitungkan, dengan membawa nilai puasa kita yang beraport merah, yang ruksak ini?. Jawabnya tentu tidak.

“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” Sabda Rosulullah SAW.

Inilah puasa yang sia-sia!(*)

Terkini Lainnya

Lihat Semua