Polemik Penggusuran Bangunan Liar di Tanah Pemprov Jabar

PENATAAN KEMBALI: Aktivitas penggusuran bangunan di Jalan Raya Rawalele-Dawuan, Subang. Bangunan tersebut berdiri di atas lahan milik Pemprov Jabar.
"Ada statement yang membuat kita resah ketika salah satu tetangga kita yang sama-sama memiliki sertifikat bertanya kepada salah satu pejabat tingkat wilayah yang kebetulan sedang di kantor desa saat itu soal penggusuran bangunan yang bersertifikat, pihak tersebut menjawab katanya sertifikatnya itu pun tanda tanya. Itu yang bikin kami khawatir," ucapnya.
Hal ini yang membuat mereka terus dibayang-bayangi oleh penggusuran setiap harinya. Wisnu mengungkapkan terdapat sekitar 16 kepala keluarga yang memiliki sertifikat bangunan di area tersebut, termasuk Rumah Makan Hegarsari.
Mengenai ketidakpastian itu, ia menerima informasi bahwa nantinya akan ada dialog untuk membahas permasalahan hal tersebut.
"Jadi yang punya setipikat ini belum mendapat kepastian apakah ikut digusur atau tidak, hanya infonya dari camat, akan ada dialog dulu dengan gubernur," ucapnya.
Namun, belum ada kepastian kapan dialog itu akan dilaksanakan. Maka dari itu, ia berharap dialog tersebut bisa segera dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat kepastian yang jelas.
"Kalau pahit-pahitnya bangunan bersertipikat ini ikut tergusur untuk kelancaran program pemerintah tidak keberatan, tapi harus ada dialog dulu. Karena perlu dipertimbangkan juga kerugiannya, karena kita beli ini juga lumayan," ucapnya.
Jadi Sorotan Anggota DPRD Jabar
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Bayu Satya Prawira, menekankan pentingnya seluruh tindakan pemerintahan, termasuk penggusuran, dilaksanakan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
“Setiap tindakan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum, berdasarkan asas kepastian hukum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum,” ujar Bayu Satya kepada Pasundan Ekspres Senin (28/4/2025).
Bayu menyoroti bahwa seluruh pejabat, termasuk kepala daerah, harus tunduk pada peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya.
Ia menjelaskan, menurut Pasal 67 huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mengharuskan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Setiap penyimpangan atau tindakan di luar ketentuan hukum dapat dikenakan sanksi administratif, pidana, hingga pemberhentian dari jabatan,” jelasnya.
Bayu juga menyoroti pendekatan yang dilakukan dalam penggusuran di Dawuan. Ia menyayangkan bila langkah pengosongan bantaran sungai yang dilakukan hanya dengan pemberitahuan singkat tanpa pendekatan persuasif.
“Memang secara aturan harus ditegakkan, tetapi Pemprov dan Pemda seharusnya lebih dulu mengkaji alasan warga menempati bantaran sungai. Apakah ada alas hak atau upaya mencari penghidupan di situ? Jangan hanya mengirimkan surat pemberitahuan satu dan dua, lalu langsung melakukan penggusuran. Pemerintah harus hadir untuk melindungi rakyat, bukan justru membuat masyarakat resah,” tegas Bayu.
Pemilik Bangunan Dapat Kompensasi Rp5 Juta
Mak Enin, seorang penjual nasi timbel yang sudah berjualan di kawasan tersebut selama lebih dari 10 tahun, menyampaikan bahwa para pedagang telah diberi uang santunan sebesar Rp 5 juta sebagai bekal selama masa penertiban.