100 Hari Om Zein dan Abang Ijo, Kinerja Menggigit dan Beri Harapan

Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein dan Abang Ijo Hapidin. ADAM SUMARTO/PASUNDAN EKSPRES
Meski demikian, Srie tetap optimis. Ia melihat Om Zein mampu mengarahkan, menginspirasi, dan membangun tim yang solid.
Kualitas pelayanan publik, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat juga menunjukkan tren positif.
Ia juga menyarankan agar Bupati lebih menonjolkan narasi besar pembangunan yang berwawasan global dan lokal, serta mendorong kreativitas dan inovasi khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
“Secara umum, performa 100 hari Bupati cukup excellent. Tapi harus ada arah strategis yang lebih tajam agar Purwakarta benar-benar menjadi kota yang istimewa dan berkelanjutan," katanya.
Tagih Komitmen Pendidikan
Terpisah, Koordinator Aliansi BEM Purwakarta, Shela Amelia dengan lantang menagih komitmen pemerintah terhadap sektor pendidikan yang dinilai masih jauh dari harapan.
Shela menyampaikan bahwa di tengah geliat pembangunan infrastruktur yang mulai terasa, janji besar soal pendidikan belum sepenuhnya menyentuh realitas yang dihadapi masyarakat.
“Kami mulai melihat jejak langkah Pak Bupati, tapi masih banyak ruang dalam dunia pendidikan yang menunggu untuk disentuh dan disuluh,” kata Shela, beberapa waktu lalu.
Shela yang merupakan mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Purwakarta ini menyampaikan, rendahnya angka partisipasi pendidikan anak usia dini dan belum meratanya akses pendidikan bagi kelompok marginal.
Belum lagi, kata dia, minimnya kebijakan yang menyasar kelompok rentan menjadi sinyal bahwa janji pemerataan pendidikan belum bergerak dari wacana ke tindakan nyata.
“Kalau anak usia 13-15 tahun masih banyak yang tak duduk di bangku SMP, itu bukan hanya angka. Itu wajah-wajah masa depan yang sedang kita abaikan,” ujar Shela.
Menurutnya, ketimpangan pendidikan bukan hanya persoalan klasik, melainkan cerminan ketidakhadiran negara, dalam hal ini pemerintah daerah, di ruang-ruang sunyi pendidikan.
“Bukan hanya soal kurangnya anggaran, tapi juga soal kebijakan yang belum berpihak secara adil,” ucapnya.
Lebih jauh, Shela menyoroti keterkaitan erat antara pendidikan dan kondisi ekonomi keluarga. Banyak anak yang harus meninggalkan sekolah demi membantu orang tua mencari nafkah.
Ia menilai hal ini sebagai luka sosial yang tak bisa diseka hanya dengan angka dan pidato.
“Ketika masyarakat bertanya, 'Kalau sekolah harus tes dan bayar, siapa yang akan mendidik orang miskin?' itu bukan keluhan biasa, tapi jeritan nurani,” kata Shela.
Dalam seratus hari pertama pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati, Shela meminta agar evaluasi tak hanya dilakukan di meja rapat, tetapi juga di lapangan, seperti di ruang kelas yang reyot, di sekolah pelosok yang nyaris tak terdengar.
“Pendidikan bukan sekadar soal bangunan megah. Ia tentang menyalakan lentera di kepala dan hati anak-anak kita. Kalau pemerintah serius ingin menjadikan pendidikan sebagai fondasi pembangunan, maka harus berani hadir di tempat yang paling gelap dan dingin,” ujarnya.(add)