Kerja Nyata untuk Masyarakat Bandung Barat, Jeje-Asep Lanjutkan Pembangunan Para Pendiri Kabupaten

ZIARAH: Bupati Jeje Ritchie Ismail dan Wakil Bupati Asep Ismail saat tabur bunga di makam para tokoh pendiri Kabupaten Bandung Barat, Rabu (18/6/2025).
BANDUNG BARAT-Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail dan Wakil Bupati Bandung Barat, Asep Ismail ziarah ke makam para tokoh pendiri Kabupaten Bandung Barat, Rabu (18/06/2025). Hal itu dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap para pendahulu pendiri KBB menjelang peringatan Hari Jadi Kabupaten Bandung Barat (KBB) ke-18 tahun 2025.
Rangkaian ziarah dimulai dari makam Ketua Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat (KPKBB), almarhum H. Endang Anwar, Ketua Komite Pembentukan Kabupaten Bandung Barat (KPKBB) di Pemakaman Desa Cipada, Kecamatan Cisarua.
Ziarah dilanjutkan ke makam Bupati Bandung Barat periode pertama, almarhum H. Abubakar di Pemakaman Komplek Pemakaman Kota Mas, Kota Cimahi.
Pada saat ziarah, bupati didampingi para Kepala Perangkat Daerah KBB serta para tokoh masyarakat KBB, berdo’a bersama dan menabur bunga.
BACA JUGA: Pergub Belum Terbit, Desa di Subang Belum Bisa Ajukan Bantuan Provinsi
Jeje mengatakan, jika kegiatan tersebut menjadi momentum refleksi menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-18. Selaim itu, ziarah yang mereka lakukan sebagai bentuk penghormatan kepada para pendahulu yang telah berjasa besar dalam sejarah lahirnya daerah ini.
"Ziarah hari ini adalah bagian dari catatan sejarah. Sejak KBB berdiri 18 tahun lalu, baru tahun ini kami agendakan secara khusus sebagai bentuk penghormatan kepada para pendiri dan pemimpin terdahulu," ujar Jeje.
Dia menambahkan, jika ziarah ke makam tokoh pendiri ini akan menjadi agenda rutin tahunan menjelang HUT KBB. Hal itu, sebagai pengingat dan pelecut semangat bagi seluruh aparatur pemerintahan. "Kami ingin menjadikan momen ini sebagai pengingat bagi kami semua yang hari ini mengemban amanah. Bahwa jabatan adalah titipan, bersifat sementara, dan semua yang kita lakukan akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah SWT," tuturnya.
Wakil Bupati Asep Ismail menambahkan bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan langkah konkret menanamkan nilai keteladanan bagi generasi penerus. "Para pendiri telah meletakkan dasar yang kuat. Kini tugas kita adalah menjaga dan melanjutkannya dengan kerja nyata dan dedikasi tulus untuk masyarakat Bandung Barat," ujar Asep.
BACA JUGA: Kekerasan Anak di Subang Sudah Tembus 45 Kasus Hingga Juni 2025
Melalui kegiatan ini, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berharap semangat juang, integritas, dan dedikasi para tokoh pendahulu dapat terus menjadi inspirasi dalam menyelenggarakan pemerintahan yang melayani dan membangun daerah dengan sepenuh hati.
Kritik Kepemimpinan Jeje-Asep
Salah satu Pendiri KPKBB Asep Suhardi mengkritisi gaya kepemimpinan Jeje Ritchi Ismail dan Asep Ismail. Setelah dilantik sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat, Jeje-Asep sempat membawa secercah harapan di tengah kekosongan kepemimpinan pasca bupati sebelumnya tersandung kasus hukum.
Dengan gaya santun, agamis, dan membumi, seolah ingin menampilkan wajah baru pemerintahan. Namun, gaya bukanlah segalanya, dalam pemerintahan substansi jauh lebih penting dari simbol.
Jeje tampak meniru pola kepemimpinan Kang Dedi Mulyadi (KDM), Gubernur Jabar yang dikenal teknokratis, egaliter, dan reformis. "Jeje hanya meniru permukaannya saja. Ia gagal menangkap esensi di balik gaya KDM—yakni kapasitas manajerial, pemahaman anggaran, dan kepemimpinan berbasis sistem," kata Asep Ado sapaan akrab Asep Suhardi.
Dia menjelaskan, minimnya pemahaman Jeje terhadap siklus anggaran dan mekanisme perencanaan pembangunan menyebabkan berbagai program strategis mandek. Proyek pelayanan dasar, infrastruktur, hingga penguatan birokrasi berjalan terseok-seok tanpa arah yang jelas. "Jeje lebih sibuk membangun pencitraan sebagai pemimpin baik, alih-alih membenahi sistem dari akar. Kepemimpinan Jeje pun terkesan soliter. Koordinasi dengan dinas teknis lemah, komunikasi dengan DPRD hambar, dan partisipasi masyarakat nyaris tidak diberi ruang. Pemerintahan berjalan seperti tanpa komando," ungkapnya.
Asep Ado menambahkan, Jeje lebih sering hadir di media sosial ketimbang hadir dalam pengambilan keputusan strategis di internal pemerintahan. Lebih mengkhawatirkan, Jeje tampaknya keliru memahami platform kepemimpinan. "Ia seperti percaya bahwa popularitas di media sosial setara dengan keberhasilan kepemimpinan. Padahal, mengelola pemerintahan daerah harus berbasis pada perencanaan, penganggaran, dan akuntabilitas, bukan berdasar algoritma media sosial. Pemerintahan bukan soal “engagement”, tetapi soal dampak nyata di lapangan," jelasnya.