Hayu Ngabret! Belanja Pemda Subang Baru 34,79 Persen, Sudah Satu Semester Belum Sampai 50 Persen

Hayu Ngabret! Belanja Pemda Subang Baru 34,79 Persen, Sudah Satu Semester Belum Sampai 50 Persen

EVALUASI ANGGARAN: BKAD Subang saat mengevaluasi realisasi belanja OPD dan kecamatan pada Rabu (25/6/2025) di Aula BKAD.

SUBANG-Pemda Subang tengah berusaha untuk mempercepat realisasi belanja daerah. Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) rutin mengingatkan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk mempercepat realisasi belanja.

Kepala Bidang Perbendaharaan BKAD Kabupaten Subang, Mochamad Irwan Hadiat mengungkapkan, saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap realisasi belanja di setiap OPD dan kecamatan. 

Berdasarkan data Realisasi Belanja Pemerintah Kabupaten Subang Periode 1 Januari 2025 sampai dengan 23 Juni 2025 Tahun Anggaran 2025, tercatat total realisasi belanja dari setiap OPD dan kecamatan hanya baru mencapai 34,79 persen atau sebesar Rp1.071.256.162.119,85 (Rp1,071 triliun) dari total APBD tahun 2025 sebesar Rp3,078 triliun.

Dalam data tersebut, selain BKAD yang memiliki jumlah realisasi belanja tertinggi yakni di angka 49,44 persen, terdapat juga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di posisi kedua di angka 46,61 persen. 

BACA JUGA: Tepati Janji, Bupati Subang Reynaldy Makan Malam Bareng Peserta Didik Pendidikan Karakter

Sedangkan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di tempat terakhir dengan realisasi belanja terendah di angka 9,42 persen. 

Menurut Irwan, secara kalkulasi idealnya persentase realisasi belanja tiap OPD dan kecamatan seharusnya proporsional. Dalam satu semester seharusnya kejaran targetnya mencapai 50 persen.

"Akan tetapi, pada kenyataannya target tersebut sering kali tidak terpenuhi setiap tahunnya," ucap Irwan usai melakukan evaluasi realisasi belanja bersama dengan sekretaris dari berbagai OPD di Aula BKAD Subang, Rabu (25/6/2025).

Meskipun demikian, ia mengatakan selama ini OPD dan kecamatan dengan serapan belanja terendah tidak mendapatkan sanksi. 

BACA JUGA: Alhamdulillah, 416 Pedagang Terdampak Penertiban Jongko di Subang Terima Kompensasi Rp5 Juta

"Biasanya ada peran dari Bupati dengan memberikan batas waktu, tapi entah kenapa begitu saja. Oleh sebab itu kita evaluasi, ke depannya akan ada formulasi yang mengatur tentang masalah komitmen realisasi belanja tersebut, mungkin ada punishment atau rewardnya," ucapnya. 

Irwan mengungkapkan, terdapat beberapa kemungkinan penyebab realisasi belanja masih rendah. Salah satunya adalah adanya transisi perubahan sistem pada saat penetapan SK Pejabat Keuangan. 

"Di awal-awal memang realisasi belanja landai sedikit saat penetapan pengelolaan pejabat keuangan, karena mesti ada SK. Setelah dibuatkan harus input di sistem. Perbedaannya sistem dulu kita pakai aplikasi daerah, sekarang langsung terpusat namanya SIPD. Di situ perlu adaptasi kompetensi dan kualifikasi yang mengelolanya," ucapnya. 

Selain itu, transisi perubahan kepemimpinan kepala daerah serta rotasi mutasi kepala OPD juga dapat mempengaruhi perubahan SK tersebut. 

Kemungkinan penyebab lain belanja daerah masih rendah yakni instruksi efisiensi anggaran, sehingga adanya realisasi belanja secara parsial. 

"Ketika adanya instruksi Presiden soal efisiensi, maka peta perubahan anggaran masing-masing OPD disinergikan di parsial 1, sehingga di sistem sementara dihentikan atau terputus tidak ada yang proses, itu bisa jadi alasannya," ucapnya.

Kemudian, terdapat masalah persepsi data transfer pada realisasi belanja daerah yang seringkali muncul karena adanya perbedaan interpretasi dan pemahaman mengenai aturan, prosedur, dan klasifikasi belanja daerah.

Hal ini dapat mengakibatkan ketidaksesuaian laporan, keterlambatan penyaluran dana, dan inefisiensi dalam penggunaan anggaran. 


Berita Terkini