PASUNDAN EKSPRES - Penyelidik Korea Selatan minta jaksa untuk mendakwa Yoon mengenai tuduhan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Mantan Presiden Korea Selatan, yaitu Yoon Suk Yeol terlibat kasus politik terkait upaya kudeta melalui deklarasi darurat militer singkat pada 3 Desember 2024 lalu.
Penyidik Korea Selatan minta Jaksa untuk Mendakwa Yoon atas Tuduhan Pemberontakan
Kasus ini telah ditangani oleh Corruption Investigation Office for High-ranking Officials (CIO), yang kemudian diserahkan kepada jaksa penuntut untuk ditindaklanjuti lebih lanjut.
Tuduhan terhadap Yoon Suk Yeol di antara lain, tindakan insureksi, penyalahgunaan kekuasaan, serta upaya menghalangi hak orang lain.
CIO, sebagai lembaga independen untuk menyelidiki pejabat tinggi, memimpin penyelidikan awal atas kasus ini.
Namun, sesuai dengan kewenangan yang diatur oleh hukum, CIO hanya dapat melakukan investigasi dan harus menyerahkan kasus kepada jaksa untuk proses hukum lebih lanjut.
Wakil Kepala CIO, Lee Jae-seung, menjelaskan bahwa keputusan untuk menyerahkan kasus kepada jaksa didasarkan pada ketidakkooperatifan Yoon selama proses investigasi.
“Meskipun ada tuduhan serius bahwa Yoon adalah dalang dari insureksi, ia terus menolak memberikan keterangan dan tidak memenuhi panggilan penyelidikan,” ungkap Lee dalam konferensi pers, dikutip Reuters, Kamis (23/1).
Jaksa penuntut juga telah mendakwa beberapa pejabat tinggi lain yang terlibat, termasuk mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, serta beberapa komandan militer dan polisi.
Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan sebagai pemimpin utama terhadap upaya insureksi. Tuduhan ini menjadi sangat serius karena melibatkan deklarasi darurat militer, disertai dengan rencana penangkapan para politisi oposisi dan usulan untuk mengajukan anggaran legislatif darurat.
Namun, Yoon dan tim pengacaranya dengan tegas membantah tuduhan tersebut. Mereka menyatakan bahwa langkah darurat militer tersebut bukanlah upaya nyata untuk mengambil alih kekuasaan, melainkan hanya sebagai peringatan untuk memecah kebuntuan politik yang tengah terjadi.
Di hadapan Mahkamah Konstitusi, Yoon membantah pernah memerintahkan pasukan untuk menyerbu parlemen atau meminta anggaran darurat.
Pengacaranya juga berpendapat bahwa investigasi CIO tidak sah karena lembaga tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus insureksi.
Dalam persidangan terakhir di Mahkamah Konstitusi, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun muncul sebagai saksi utama.
Kim, yang sebelumnya sempat mencoba bunuh diri di dalam tahanan, mengakui bahwa ia memang mengusulkan deklarasi darurat militer kepada Yoon pada 3 Desember.
Kim mengungkapkan bahwa ia menyadari kekhawatiran Yoon terhadap "kediktatoran parlemen" oleh partai oposisi.
Menurutnya, partai oposisi hanya fokus melindungi kepentingan internal mereka dan melemahkan pemerintah. Namun, Kim menegaskan bahwa hanya sebagian kecil pasukan yang dimobilisasi pada saat itu.
Di sisi lain, para penyelidik CIO mengungkapkan bahwa mereka memiliki bukti kuat berupa kesaksian dari sejumlah pejabat militer. Bukti tersebut mencakup klaim bahwa Yoon sempat mempertimbangkan untuk mengeluarkan perintah darurat militer kedua.
Tuduhan insureksi yang dihadapi Yoon Suk Yeol merupakan salah satu pelanggaran paling serius yang dapat dilakukan oleh seorang pejabat tinggi di Korea Selatan.
Insureksi adalah salah satu dari sedikit kejahatan yang tidak memberikan kekebalan hukum bagi seorang presiden, bahkan saat masih menjabat.
Jika terbukti bersalah, Yoon dapat menghadapi hukuman berat, termasuk hukuman mati. Namun, perlu dicatat bahwa Korea Selatan belum melaksanakan hukuman mati dalam hampir 30 tahun terakhir.
Sebagai informasi, Pada 3 Desember, Yoon Suk Yeol, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Korea Selatan, secara mendadak mencoba memberlakukan darurat militer di tengah ketegangan politik.
Keputusannya itu mengejutkan banyak pihak, termasuk parlemen. Namun, ia juga dengan cepat membatalkan keputusan tersebut hanya dalam hitungan jam.
Tak lama setelah insiden itu, pada 14 Desember, Yoon resmi dimakzulkan dan diberhentikan sementara dari jabatannya. Investigasi pun dimulai, melibatkan CIO, kepolisian, dan Kementerian Pertahanan.
Yoon akhirnya ditahan pada 15 Januari. Penangkapannya membuat ia dijuluki sebagai presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap saat masih menjabat.
(ipa)