Kasus Yoon Suk Yeol: Penyidik minta Jaksa untuk Mendakwa atas Tuduhan Pemberontakan

Kasus Yoon Suk Yeol: Penyidik minta Jaksa untuk Mendakwa atas Tuduhan Pemberontakan (Image From:The Globe and Mail)
Kim mengungkapkan bahwa ia menyadari kekhawatiran Yoon terhadap "kediktatoran parlemen" oleh partai oposisi.
Menurutnya, partai oposisi hanya fokus melindungi kepentingan internal mereka dan melemahkan pemerintah. Namun, Kim menegaskan bahwa hanya sebagian kecil pasukan yang dimobilisasi pada saat itu.
Di sisi lain, para penyelidik CIO mengungkapkan bahwa mereka memiliki bukti kuat berupa kesaksian dari sejumlah pejabat militer. Bukti tersebut mencakup klaim bahwa Yoon sempat mempertimbangkan untuk mengeluarkan perintah darurat militer kedua.
Tuduhan insureksi yang dihadapi Yoon Suk Yeol merupakan salah satu pelanggaran paling serius yang dapat dilakukan oleh seorang pejabat tinggi di Korea Selatan.
Insureksi adalah salah satu dari sedikit kejahatan yang tidak memberikan kekebalan hukum bagi seorang presiden, bahkan saat masih menjabat.
Jika terbukti bersalah, Yoon dapat menghadapi hukuman berat, termasuk hukuman mati. Namun, perlu dicatat bahwa Korea Selatan belum melaksanakan hukuman mati dalam hampir 30 tahun terakhir.
Sebagai informasi, Pada 3 Desember, Yoon Suk Yeol, yang saat itu menjabat sebagai Presiden Korea Selatan, secara mendadak mencoba memberlakukan darurat militer di tengah ketegangan politik.
Keputusannya itu mengejutkan banyak pihak, termasuk parlemen. Namun, ia juga dengan cepat membatalkan keputusan tersebut hanya dalam hitungan jam.
Tak lama setelah insiden itu, pada 14 Desember, Yoon resmi dimakzulkan dan diberhentikan sementara dari jabatannya. Investigasi pun dimulai, melibatkan CIO, kepolisian, dan Kementerian Pertahanan.
Yoon akhirnya ditahan pada 15 Januari. Penangkapannya membuat ia dijuluki sebagai presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang ditangkap saat masih menjabat.
(ipa)