PASUNDAN EKSPRES - Kebijakan pemerintahan Trump terhadap USAID. Presiden terbaru Amerika Serikat, yaitu Donald Trump kembali menciptakan gebrakan kontroversialnya dengan menempatkan sekitar 60 pejabat senior di Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) untuk melakukan cuti administratif.
Keputusan tersebut diambil setelah pemerintah memutuskan untuk membekukan sebagian besar bantuan luar negeri Amerika Serikat, di mana hal ini mengikuti kebijakan "America First" yang menjadi salah satu pilar utama pemerintahan Trump.
Pemerintahan Trump kembali dengan Kontroversinya, 60 Pejabat Senior USAID akan Cuti Administratif
Tindakan yang dilakukan Trump ini menuai banyak kritik karena mengancam penyaluran dana bantuan yang selama ini menjadi sumber dukungan bagi jutaan orang di berbagai belahan dunia.
Dilansir dari Reuters, USAID adalah badan utama pemerintah AS yang bertanggung jawab atas penyaluran bantuan luar negeri, mulai dari bantuan kemanusiaan hingga dukungan pembangunan.
Pada tahun fiskal 2023 saja, Amerika Serikat mendistribusikan dana bantuan senilai $72 miliar, yang mencakup 42% dari seluruh bantuan kemanusiaan yang dilacak oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2024.
Bantuan ini mencakup program penting seperti:
- Penanggulangan HIV/AIDS,
- Penyediaan akses air bersih,
- Pengembangan infrastruktur kesehatan,
- Pendidikan anak-anak, dan
- Program penanganan darurat untuk bencana kemanusiaan.
Namun, dengan adanya pembekuan dana dan restrukturisasi di USAID, program-program tersebut terancam terhenti, mengakibatkan dampak serius bagi masyarakat yang bergantung pada bantuan ini.
Pada hari pertama masa jabatannya, pemerintahan Trump langsung memerintahkan penghentian sementara semua bantuan luar negeri, bahkan untuk program-program yang telah berjalan. Kebijakan ini bertujuan untuk meninjau apakah bantuan yang diberikan selaras dengan prioritas kebijakan luar negeri pemerintahan Trump.
Memo internal yang dikirimkan kepada staf USAID pada Sabtu malam mempertegas keputusan ini. Ditegaskan bahwa pembekuan bantuan mencakup "penghentian total," kecuali untuk bantuan pangan darurat dan kebutuhan kemanusiaan mendesak lainnya.
Untuk program yang ingin memperoleh pengecualian, diperlukan justifikasi yang sangat kuat serta persetujuan berlapis, termasuk izin dari Menteri Luar Negeri Marco Rubio.
Sekitar 60 pejabat senior USAID di berbagai biro, termasuk bidang keamanan energi, pendidikan anak, dan teknologi digital, ditempatkan pada cuti administratif tanpa alasan yang jelas. Mereka menerima memo melalui email pada Senin sore yang menyatakan bahwa mereka tidak boleh memasuki kantor USAID atau mengakses sistemnya.
Langkah ini tidak hanya berdampak pada internal USAID, tetapi juga berisiko menghancurkan berbagai program bantuan global yang telah dirancang selama bertahun-tahun. Program-program seperti akses air bersih dan infrastruktur kesehatan sangat bergantung pada pendanaan AS. Jika kebijakan ini tidak segera dibalik, miliaran dolar bantuan yang menyelamatkan nyawa akan terhenti.
Kebijakan ini mendapatkan kritik tajam dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar negeri. Jeremy Konyndyk, mantan pejabat USAID yang kini memimpin organisasi Refugees International, menyebut bahwa keputusan ini dapat secara permanen melemahkan USAID sebagai lembaga.
Sementara itu, Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengimbau Amerika Serikat untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menghancurkan reputasi dan peran AS sebagai donor bantuan terbesar dunia.
(ipa)