PASUNDAN EKSPRES - Para ahli mengatakan melarang TikTok tidak akan menyelesaikan masalah keamanan. Menurut para ahli, masalah privasi dan disinformasi meluas di semua platform media sosial, bukan hanya di TikTok.
Oleh karena itu, fokus yang hanya pada TikTok akan mengabaikan gambaran atau dampak yang lebih luas.
Para Ahli Mengatakan Melarang TikTok Tidak akan Menyelesaikan Masalah
Data yang dikumpulkan oleh TikTok serupa dengan data yang dikumpulkan oleh Facebook, Instagram, dan perusahaan media sosial lainnya. Semua platform tersebut menjual data kepada pihak ketiga. Oleh karena itu, ada cara lain bagi musuh asing untuk membeli dan memperoleh data dari Amerika Serikat.
BACA JUGA: 5 Warga Palestina Tewas Setelah Terjadi Penembakan di Pusat Distribusi Bantuan PBB
BACA JUGA: Permintaan Maaf Putri Catherine atas Tindakan Edit Foto yang Dilakukannya
Pakar keamanan cyber mengungkapkan kepada ABC News bahwa fokus yang diberikan pada TikTok, termasuk upaya yang diambil oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk memaksa penjualan perusahaan induk TikTok, ByteDance--yang dimiliki oleh China, atau mengenakan larangan di Amerika Serikat jika penjualan tersebut tidak terjadi, akan mengalihkan perhatian dari kebutuhan adanya legislasi yang komprehensif yang melibatkan semua perusahaan dan aplikasi. Hal tersebut bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan dan penjualan data konsumen Amerika Serikat.
Meskipun Presiden Joe Biden telah menandatangani perintah eksekutif yang dapat memberikan bantuan, para ahli berpendapat bahwa langkah tersebut tidaklah cukup.
Menurut James Lewis, seorang pakar keamanan dari Center for Strategic and International Studies, melarang TikTok dianggap hanya sebagai upaya "menambal satu lubang di perahu yang sangat bocor."
"Ini adalah undang-undang yang bagus dan simbolis. Namun, itu tidak membuat kita lebih aman," tambahnya, dikutip ABC News, Kamis (14/3/2024).
Selain kekhawatiran terkait manipulasi konten di TikTok, para anggota parlemen AS juga prihatin dengan undang-undang keamanan nasional China yang mengharuskan perusahaan untuk menyerahkan informasi jika diminta.
TikTok mengatakan bahwa semua data pengguna Amerika Serikat disimpan pada server di Amerika Serikat dan mereka tidak pernah diminta serta tidak akan pernah menyerahkan data pengguna jika diminta oleh pihak berwenang China. Meskipun demikian, tetap ada risiko hipotetis yang dapat timbul.
Namun, jika kekhawatiran anggota parlemen terkait dengan kepemilikan Cina, maka mereka harus menerapkan kekhawatiran yang sama terhadap semua aplikasi lain yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Cina.
Para ahli memperkirakan bahwa RUU ini kemungkinan akan dihentikan, namun jika akhirnya disahkan menjadi undang-undang, TikTok kemungkinan akan mengajukan gugatan di pengadilan.
Selain itu, Cina dapat memblokir upaya tersebut dengan menggunakan undang-undang ekspor teknologi yang mereka perbaharui pada tahun 2020, ketika mantan Presiden Trump mencoba untuk melarang TikTok. Meskipun CEO ByteDance mungkin bersedia untuk menjual perusahaan dan mencairkan asetnya, hal itu tidak akan terjadi tanpa persetujuan dari pemerintah Cina.
Meskipun TikTok dimiliki oleh ByteDance, aplikasi TikTok tidak tersedia di Cina. Sebaliknya, di Cina terdapat versi aplikasi yang disebut Douyin, yang memiliki batasan tertentu untuk pengguna anak-anak.
(ipa)