PasundanEkspres - Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Jepang telah meluncurkan kebijakan dasar pertamanya mengenai penggunaan kecerdasan buatan (AI). Peraturan ini diterbitkan saat Jepang berusaha mengatasi kekurangan tenaga kerja dan bersaing dengan China dan Amerika Serikat (AS) dalam penerapan teknologi AI untuk keperluan militer.
Perhatian pada AI muncul ketika Pasukan Bela Diri Jepang menghadapi tantangan dalam perekrutan serta upaya untuk memanfaatkan kekuatan teknologi baru.
"Dalam negara kita yang populasinya menurun drastis dan menua, sangat penting untuk memanfaatkan personel dengan lebih efisien dibandingkan sebelumnya," kata Menteri Pertahanan Jepang Minoru Kihara dalam konferensi pers setelah kebijakan tersebut dirilis.
"Kami yakin bahwa AI berpotensi menjadi salah satu teknologi yang bisa mengatasi tantangan ini," ujarnya sebagaimana melansir dari Japan Times, Kamis (04/07/2024).
Dalam kebijakan baru ini, Kemenhan Jepang menyatakan bahwa AI akan digunakan dalam tujuh bidang prioritas, termasuk untuk mendeteksi dan mengidentifikasi target menggunakan radar dan citra satelit, pengumpulan dan analisis intelijen, serta dalam aset militer tak berawak.
"Hal ini akan mempercepat pengambilan keputusan, memastikan keunggulan dalam kemampuan pengumpulan juga analisis informasi, mengurangi beban personel, juga menghemat tenaga kerja serta sumber daya manusia," demikian isi kebijakan tersebut.
Mengingat bahwa AS tengah mempertimbangkan penggunaan AI untuk mengintegrasikan berbagai sistem dan memilah sejumlah besar data guna meningkatkan pengambilan keputusan, serta bahwa China berupaya mempercepat perkembangan militernya menggunakan AI, terutama dalam sistem persenjataan tak berawak, kebijakan dasar ini menekankan kebutuhan mendesak bagi Jepang untuk menanggapi cara-cara peperangan baru sambil beroperasi dengan lebih efisien.
"Kita kini berada di persimpangan antara menjadi organisasi yang efisien dan menciptakan masa depannya sendiri melalui pemakaian AI, atau menjadi organisasi yang tak efisien, kuno, dan tertinggal," demikian isi kebijakan tersebut.
Namun, kebijakan baru ini juga menekankan bahwa penggunaan AI disertai dengan risiko seperti kesalahan dan bias, dan bahwa teknologi tersebut harus diimplementasikan berdasarkan pedoman pemerintah untuk penggunaan AI, sambil mempertimbangkan diskusi yang sedang berlangsung mengenai pengurangan risiko di komunitas internasional dan di antara otoritas pertahanan negara lain.
Kebijakan tersebut menyatakan bahwa satu aspek utama penggunaan teknologi adalah untuk memastikan manusia tetap memegang kendali. "AI mendukung penilaian manusia, juga keterlibatan manusia dalam penggunaannya harus dipastikan," katanya, yang dengan jelas mengatakan bahwa pemerintah tak bermaksud mengembangkan sistem senjata mematikan yang sepenuhnya otonom.
Teknologi ini pun bakal dipakai di beberapa area prioritas lainnya, termasuk komando dan kontrol, keamanan siber, dukungan logistik, serta membantu membuat pekerjaan administratif menjadi lebih efisien.
Kihara juga menyatakan inisiatif baru untuk meningkatkan kecakapan siber pada Pasukan Bela Diri Darat, dengan mengumumkan pembuatan ujian baru untuk membantu kembangkan perekrutan, yang pada akhirnya menjadikan mereka komandan di lapangan, yang mulai dari tahap pendaftaran. Inisiatif baru ini pun akan mencakup pertukaran personel dengan sektor swasta.
Sebagai informasi, aturan terkait AI dan siber awalnya dituangkan dalam Strategi Pertahanan Nasional dan Program Pembangunan Pertahanan Jepang yang disetujui Kabinet pada tahun 2022.