Nasional

Fakta di Balik Isu Perampasan Tanah oleh Negara Jika Belum Bersertifikat Elektronik

sertifikat tanah elektronik
Ilustrasi Sertifikat Tanah

PASUNDAN EKSPRES - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus mengampanyekan program sertifikat tanah elektronik. 

Inovasi ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dokumen serta meminimalkan risiko pemalsuan sertifikat tanah.

Namun, belakangan ini beredar kabar yang menyebutkan bahwa tanah yang belum memiliki sertifikat elektronik akan dirampas oleh negara. Benarkah demikian?

Klarifikasi Kementerian ATR/BPN

Melalui akun Instagram resminya, Kementerian ATR/BPN menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar alias hoaks.

Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, memastikan bahwa pemerintah tidak akan merampas tanah milik masyarakat hanya karena belum bersertifikat elektronik.

“Faktanya tidak benar. Jika negara membutuhkan tanah, akan dilakukan proses pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan masyarakat yang terdampak pasti akan mendapatkan ganti untung,” ujar Harison.

Ia juga menegaskan bahwa negara hanya dapat mengambil tanah untuk kepentingan umum dan pembangunan nasional, sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Sebaliknya, pemerintah justru berupaya melindungi aset tanah masyarakat dengan mendorong penggunaan sertifikat elektronik sebagai bagian dari inovasi layanan pertanahan.

Cara Mengurus Alih Media Sertifikat Tanah

Bagi masyarakat yang ingin mengubah sertifikat tanah fisik menjadi elektronik, dapat mengajukan permohonan langsung ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota sesuai dengan lokasi tanah yang bersangkutan.

Untuk layanan penggantian sertifikat karena alasan blanko lama, pemohon dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per sertifikat hak atas tanah.

Dengan adanya inovasi ini, pemerintah berharap dapat memberikan layanan pertanahan yang lebih aman, transparan, dan efisien bagi masyarakat.

 

Terkini Lainnya

Lihat Semua