Nasional

Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah dalam Wujudkan Perdamaian

Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah dalam Wujudkan Perdamaian

PASUNDAN EKSPRES - Majelis Hukama Muslimin (MHM) memberi kesempatan kepada ratusan pengunjung Islamic Book Fair (IBF) untuk belajar dari NU dan Muhammadiyah dalam mewujudkan perdamaian. 

Diketahui, dua ormas Islam terbesar di Indonesia ini pada 4 Februari lalu menerima Zayerd Award for Human Fraternity atas peran dan kontribusinya, termasuk dalam mendorong perdamaian.

Acara ini dikemas dengan talk show bertajuk 'Peran Lembaga Keagamaan dalam Mendukung Perdamaian Dunia, Belajar dari Pengalaman NU dan Muhammadiyah'. 

Adapun sejumlah narasumber hadir dalam acara ini yakni Prof Dr Abdul Mu'ti, M.Ed (Sekretaris Umum Muhammadiyah), KH Ulil Abshar Abdalla (Ketua PBNU), dan Prof Dr M Quraish Shihab, MA (Anggota dan Pendiri MHM) dan Ustadz M Arifin, MA sebagai moderator.

Baik Prof Mu'ti maupun KH Uil Abshar, keduanya mengapresiasi inisiatif MHM memberi kesempatan NU dan Muhammadiyah berbagi pengalaman dalam mendukung kedamaian.

Sebagai pembicara pertama, Prof Mu'ti memaparkan pengalaman dan kontribusi Muhammadiyah dalam mendukung perdamaian di berbagai negara.

Misalnya, di kawasan Thailand Selatan (masyarakat Pattani) dan Filipina (Bangsa Moro). 

Muhammadiyah berusaha agar di sana terbentuk kedamaian sehingga masyarakatnya terbebas dari ketakutan, antara lain dengan adanya jaminan bahwa identitas mereka tidak hilang, jaminan kebebasan mereka untuk menjalankan ibadah, dan jaminan kedaulatan atas identitas mereka.

"Muhammadiyah juga terlibat dalam proses perdamaian di Afrika Tengah, bekerja sama dengan lembaga Katolik di Italia," ucap Prof Mu'ti di Jakarta, dikutip dari laman resmi Kementerian Agama, Jumat (16/8).

Menurut Prof Mu'ti, Muhammadiyah bersama mitra lembaga dunia secara rutin, setiap dua tahun sekali, juga menggelar forum perdamaian dunia.

Forum ini terus berusaha menyuarakan semangat dan solusi perdamaian. Sehingga, tercipta ruang dialog yang lebih tulus dalam menciptakan perdamiaan.

"Untuk Palestina, Muhammadiyah mendirikan dua sekolah untuk pengungsi Palestina. Namanya, sekolah Muhammadiyah, seluruh muridnya warga Palestina. Muhammadiyah juga mendirikan sekolah dan layanan kesehatan untuk pengungsi Rohingnya," tuturnya.

Dalam konteks Indonesia, lanjut Prof Mu'ti, upaya Muhammadiyah dalam menciptakan perdamaian dilakukan dengan membangun generasi cinta damai.

Muhammadiyah juga mengembangkan amal usaha yang berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat, serta melakukan layanan pendidikan kesehatan, dan layanan sosial lainnya.

"Jika ormas Islam tidak terlibat dalam proses ini, saya kira Indonesia tidak akan bisa menjadi negara yang aman dan damai, dan bahkan masyarakatnya bahagia walaupun secara ekonomi sebagian dari mereka tidak beruntung," katanya.

"Ini bisa tercipta karena ada peran ormas sosial keagaman yang secara sukarela ikut bertanggung jawab dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan membentuk masyarakat yang rukun," sambungnya.

Perdamaian Indonesia

Ketua PBNU KH Ulil Abshar Abdalla dalam paparannya menekankan bahwa salah satu isu tentang perdamaian yang paling urgen adalah perdamaian dalam negeri. 

Menurutnya, selalu menjaga perdamaian di Indonesia dan perdamaian dalam tubuh umat Islam adalah tantangan terbesar yang harus dijawab dengan baik.

Menurut KH Ulil, kunci sukses transisi politik di Indonesia, dari era otoriter menuju era terbuka dan demokratis, salah satunya karena sumbangan kelompok Islam, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Jamiatul Khair, Nahdlatul Wathan, Mathlaul Anwar, Al-Wasliyah, dan lainnya.

Kesuksesan dan kestabilan negara ini terjadi kerena peran umat Islam di Indonesia.

Kyai Ulil lalu berbagi pengalaman kunjungannya ke Pakistan. Menurutnya, kondisi politik di negara muslim di kawasan anak benua India, baik Pakistan maupun Bangladesh, kurang menggembirakan, antara lain karena terjadinya ketidakstabilan politik dan kehidupan sosial.

"Kita bersyukur, Indonesia sekarang menikmati kestabilan, hubungan sosial yang cukup damai. Ini semua dalam pandangan NU, jelas ada kaitan dan kontribusi umat Islam," sebutnya.

Lantas, dari mana kontribusi umat Islam dalam membangun kedamaian dan kestabilan sosial? 

Pertama, terkait model pemahaman keagamaan yang dikembangkan ormas Islam di Indonesia. 

Menurutnya, pemahaman keaganaan yang dikembangkan umat Islam di Indonesia itu mendukung perdamaian, bukan pemahaman keagaman yang memicu konflik atau pertengkatan dalam tubuh umat Islam sendiri ataupun antara umat Islam dan umat lain.

"NU misalnya, mengenbangkan tiga model ukhuwwah yang dicetuskan KH Achmad Siddiq, yaitu: Ukhuwwah Islamiyah, Ukhuwwah Wathaniyah, dan Ukhuwwah Basyariyah," ucapnya.

"Gagasan seperti ini jelas diperlukan untuk membangun sikap dalam warga NU dan Muslim pada umumnya, untuk mempunyai sikap yang bisa membangun persaudaraan pada semua level, keagaman, kebangsaan, dan kemanusiaan," lanjutnya.

Kedua, hampir semua kelompok Islam di Indonesia, menerima keberadaan bentuk negara nasional.

Dalam keyakinan umat Isam di Indonesia, tidak ada kontradiksi antara keislaman dan kebangsaan, antara menjadi muslim dan menjadi Warga Negara Indonesia, antara mengikuti ajaran Islam dengan hidup di pemerintahan nasional yang bukan negara agama.

"Bentuk negara ini diterima umat Islam Indonesia. Ini menciptakan kondisi kondusif bagi perdamaian di Indonesia," sebutnya.

"Bila pemahaman yang berkembang, kontradiksi dengan pemahaman kebangsaan, boleh jadi kita tidak menyaksikan situasi damai ini," paparnya.

Ketiga, ormas keagamaan di Indonesia, termasuk NU dan Muhammadiyah, mampu mengelola konflik dan KH Ulil melihat ini sebagai anugerah luar biasa. 

Dia berpandangan, suksesnya konsolidasi poltiik yang stabil di Indonesia dengan segala masalahnya, terjadi karena sumbangan umat Islam. Dan unsur terbesar umat Islam di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah.

"Sebagai bangsa, kita patut mengapresiasi NU dan Muhammadiyah karena memgembangkan kemampuan mengelola perbedaan sehingga terbangun situasi damai," tandasnya.

Sementara itu, Islamic Book Fair di Jakarta berlangsung selama lima hari pada 14 – 18 Agustus 2024, dengan tema "Membangun Optimisme Umat melalui Literasi Islami". 

Stan MHM akan menampilkan ratusan publikasi dalam berbagai bahasa yang membahas kajian keilmuan dan budaya. 

Melalui buku terbitannya, MHM terus berupaya menyebarkan pemikiran keislaman yang moderat dan mencerahkan. (inm)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua