Nasional

Menjawab Kritik DPR dan MPR: Basuki Siap Tunda Penerapan Tapera

Menjawab Kritik DPR dan MPR: Basuki Siap Tunda Penerapan Tapera

PASUNDAN EKSPRES - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga Ketua Komite BP Tapera, Basuki Hadimuljono, menyampaikan penyesalannya terkait pelaksanaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang banyak menuai kritik. Program ini menjadi sorotan publik karena iuran yang dipotong dari gaji pegawai, dan Basuki merasa proses implementasinya terlalu terburu-buru.

 

Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Basuki mengungkapkan kekhawatirannya tentang pendekatan yang diambil dalam penerapan Tapera. Ia menjelaskan bahwa program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) telah menerima suntikan dana dari APBN sebesar Rp 105 triliun, yang digunakan untuk subsidi bunga. Basuki memproyeksikan bahwa dana Tapera bisa mencapai Rp 50 triliun dalam satu dekade ke depan, tetapi ia mempertanyakan urgensi dari pelaksanaan program ini.

 

"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa. Harus diketahui, APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga. Sedangkan untuk Tapera ini, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun. Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul, saya nggak legowo lah," kata Basuki.

 

Pernyataan Basuki muncul setelah banyak kritik dari DPR dan Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang meminta agar penerapan Tapera tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Menurut Basuki, ia sudah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan untuk menindaklanjuti usulan penundaan penerapan program ini.

 

"Jadi apa yang sudah kami lakukan dengan 10 tahun FLPP, subsidi bunga, itu sudah Rp 105 triliun itu pun menarik uang berapa, 300-an lebih. Jadi kalau misalnya ada usulan, apalagi DPR, Ketua MPR, untuk diundur, menurut saya, saya udah kontak Bu Menteri Keuangan juga, kita akan itu," lanjut Basuki.

 

Kritik terhadap Tapera juga datang dari kelompok buruh yang meminta pemerintah untuk mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera. Mereka menyoroti bahwa potongan pendapatan yang harus mereka tanggung setiap bulan mencapai 12%.

 

"Karena buruh sudah dipotong hampir 12%, pengusaha sudah hampir dipotong 18%. Buruh sudah dipotong jaminan pensiun 1%, jaminan kesehatan 1%, PPh 21 pajak 5%, jaminan hari tua 2%, sekarang Tapera 2,5%, total mendekati hampir 12%," ungkap Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam aksi tolak PP Tapera di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6).

 

Kritikan yang datang dari berbagai pihak menunjukkan bahwa kebijakan Tapera memerlukan peninjauan lebih mendalam untuk memastikan pelaksanaannya lebih matang dan adil bagi semua pihak yang terlibat. Dengan dialog dan evaluasi yang berkelanjutan, diharapkan kebijakan ini dapat diterapkan secara efektif dan diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat. 

 

Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk mendengarkan berbagai aspirasi dan kekhawatiran dari berbagai stakeholder, termasuk pekerja dan pengusaha, guna menemukan solusi yang tepat. Selain itu, penyesuaian kebijakan yang mempertimbangkan kondisi ekonomi dan sosial saat ini juga sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan program Tapera ke depannya.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua