Nasional

Jokowi Tak Hadir di Sidang Mahkamah Rakyat, Pemerintah Dituduh Abaikan Kritik

Jokowi Tak Hadir di Sidang Mahkamah Rakyat, Pemerintah Dituduh Abaikan Kritik
Jokowi Tak Hadir di Sidang Mahkamah Rakyat, Pemerintah Dituduh Abaikan Kritik (foto MahkamahRakyat.id)

PASUNDAN EKSPRES – Presiden Joko Widodo dihadapkan pada tuntutan serius dari sebuah forum yang disebut Mahkamah Rakyat. Forum ini menuduh Jokowi selama masa kepemimpinannya memperkuat kekuasaan oligarki di Indonesia. Sidang luar biasa Mahkamah Rakyat digelar di Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, pada Selasa, 25 Juni 2024.

 

Sidang ini dipimpin oleh Asfinawati, mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Saksi ahli yang dihadirkan adalah Prof. Vedi R. Hadiz, seorang ilmuwan sosial terkemuka dan Direktur pada Asia Institute di University of Melbourne, Australia.

 

Dalam persidangan, Vedi mengutarakan analisisnya mengenai tata kelola pemerintahan di era Presiden Jokowi yang telah berjalan selama dua periode, dari 2014 hingga 2024. Menurut Vedi, pemerintahan Jokowi telah memperkokoh struktur oligarki di Indonesia.

 

"Pemerintahan Jokowi selama dua periode ini, secara fundamental telah meneruskan dan bahkan semakin menancapkan suatu pola, dimana perangkat hukum dan kelembagaan negara diinstrumentalisasikan untuk kepentingan segelintir kelompok yang kita sebut oligarki, bertentangan dengan kepentingan rakyat yang lebih umum," ujar Vedi dalam keterangannya.

 

Vedi menilai hal ini sangat bertentangan dengan cita-cita reformasi yang berlandaskan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Ia mengingatkan bahwa Jokowi pada tahun 2014 dipilih sebagai tokoh reformasi, satu-satunya presiden yang dianggap berasal dari luar lingkungan oligarki tersebut.

 

Namun, kenyataan yang dilihat Vedi selama pemerintahan Jokowi menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil justru semakin mengukuhkan kekuasaan oligarki dalam sistem demokrasi Indonesia. "Sehingga menciderai kepentingan rakyat secara lebih luas," tegasnya.

 

Vedi memberikan contoh konkret dengan mengutip salah satu dakwaan yang disampaikan oleh perwakilan masyarakat dalam sidang luar biasa Mahkamah Rakyat. Ia menyoroti kebijakan yang lebih menguntungkan pemilik modal atau pengusaha namun merugikan masyarakat umum, terutama para pekerja.

 

"Tadi saya dengar beberapa dakwaan, tapi saya ingin menekankan contoh dari yang tadi sebutkan UU Cipta Kerja bagian dari omnibus law. Yang seperti dikemukakan tadi sangat menciderai hak-hak buruh," jelasnya. "Karena semakin memungkinkan angkatan kerja semakin mudah di PHK, dan semakin membuat pekerja itu nasibnya rentan, sehingga daya tawarnya terhadap majikan menjadi lebih rendah daripada sebelumnya yang memang sudah rendah," tambah Vedi.

 

Sidang luar biasa Mahkamah Rakyat ini menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, buruh, petani, akademisi, dan aktivis. Mereka berkumpul untuk menyaksikan jalannya persidangan dan mendukung tuntutan yang diajukan terhadap pemerintahan Jokowi. Tuntutan tersebut mencakup berbagai isu, mulai dari perampasan ruang hidup, persekusi, korupsi, militerisme dan militerisasi, komersialisasi pendidikan, kejahatan kemanusiaan, sistem kerja yang memiskinkan, hingga pembajakan legislasi.

 

Proses persidangan dimulai sekitar pukul 10.30 WIB, dengan panitera Dicky Rafiki membacakan agenda sidang yang meliputi pemeriksaan kedudukan hukum para penggugat, pembacaan gugatan, pembacaan keterangan dari daerah-daerah, dan pemeriksaan gugatan oleh majelis. 

 

“Perkenankan kami untuk menjelaskan agenda sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa pada hari ini,” kata Dicky di hadapan para hadirin. Agenda tersebut diikuti oleh pemeriksaan saksi atau ahli, dan diakhiri dengan pembacaan kesimpulan, petitum, dan amar putusan.

 

Juru Bicara Mahkamah Rakyat Luar Biasa, Edy Kurniawan, menyatakan bahwa panitia telah melayangkan panggilan kepada Jokowi untuk hadir dalam pengadilan rakyat tersebut. "Surat pemanggilan itu telah disampaikan secara langsung ke Kantor Sekretariat Negara dan secara daring ke media sosial milik pemerintah," jelas Edy. Namun, Presiden Jokowi tidak hadir dalam sidang ini, dan tidak ada perwakilan dari pemerintah yang datang.

 

Sidang Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini dipimpin oleh tokoh-tokoh masyarakat dan aktivis seperti Nur Khasanah, Sasmito, Romo Kristo, Anita Wahid, Asfinawati, Nurhayati, Ambrosius S. Klagilit, Lini Zurlia, dan Nining Elitos. Meski tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, sidang ini memiliki nilai simbolis yang kuat dalam demokrasi, menunjukkan pentingnya akuntabilitas dan transparansi pemerintahan.

 

Forum seperti Mahkamah Rakyat Luar Biasa ini menjadi platform bagi masyarakat sipil untuk menyuarakan kritik dan ketidakpuasan mereka terhadap pemerintahan saat ini. Dengan absennya Presiden Jokowi dan perwakilan pemerintah, sidang ini semakin menyoroti jurang komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil. Di tengah situasi politik yang kompleks, forum seperti ini memainkan peran penting dalam mendorong perubahan dan memastikan bahwa suara rakyat didengar.

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua