PASUNDAN EKSPRES - Anggota Komisi V DPR, Irine Yusiana Roba, mengkritik Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga Ketua Komite BP Tapera, Basuki Hadimuljono, terkait kurangnya data detail mengenai kebutuhan perumahan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pekerja swasta. Kritik tersebut disampaikan dalam rapat kerja di ruang Komisi V DPR yang membidangi infrastruktur dan perhubungan di Senayan, Jakarta.
Irine menekankan pentingnya memiliki data yang jelas tentang kebutuhan perumahan bagi pekerja di Indonesia, baik ASN maupun pekerja swasta. Ia menanyakan seberapa besar kebutuhan perumahan yang telah terpenuhi selama ini. "Apakah ada data tentang kebutuhan rumah bagi pekerja di Indonesia? Misalnya bagi ASN, pekerja swasta, lalu berapa selama ini yang bisa dipenuhi," ujarnya.
Sebagai kementerian yang bertanggung jawab atas sektor perumahan, termasuk Tapera, Irine mengkritik Kementerian PUPR karena belum menyediakan proyeksi kontribusi Tapera yang rinci untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi pekerja. Ia juga mempertanyakan kewajiban Tapera bagi pekerja swasta yang sudah memiliki rumah, baik melalui KPR atau warisan. "Kalau pekerja swasta yang sudah menyicil KPR atau yang sudah memiliki warisan rumah, enggak butuh lagi perumahan, masa masih diwajibkan (Tapera)?" tambahnya.
Politikus PDI Perjuangan itu juga mengkritik narasi pemerintah yang menyebut Tapera sebagai bentuk subsidi. Menurutnya, ini lebih tepat disebut sebagai gotong royong, bukan subsidi. "Kalau subsidi itu kewajiban negara, bukan sesama warga negara. Alangkah malunya negara tak mampu hadir dalam menjawab tantangan yang ada di tengah masyarakat," tegas Irine.
Menanggapi kritik tersebut, Basuki menjelaskan bahwa backlog perumahan untuk kepemilikan mencapai 9,9 juta unit, sementara backlog untuk rumah tak layak huni mencapai 2,6 juta unit. Selain itu, terdapat 800 ribu rumah tangga baru yang terbentuk setiap tahun. "Jumlah ASN sendiri 4,4 juta orang, yang belum memiliki rumah 1,6 juta orang," ungkap Basuki.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus, menyatakan bahwa isu Tapera telah menjadi pembicaraan hangat di masyarakat, sehingga diperlukan rapat khusus untuk membahasnya secara tuntas. "Supaya nanti tuntas. Kami banyak mendapatkan pertanyaan, makanya saya minta pemerintah tunda dulu. Nanti kami undang wirausaha, perwakilan buruh, baru pihak Tapera," jelas Lasarus.
Sementara itu, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, memastikan bahwa pemerintah belum mulai memotong gaji pekerja terkait Tapera. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024, setiap pekerja akan dipungut iuran sebesar 3 persen, dengan 0,5 persen di antaranya ditanggung oleh pemberi kerja. "Belum ada rencana mengeluarkan regulasi teknis yang memungkinkan BP Tapera mulai melakukan collection atas simpanan peserta yang baru," kata Heru dalam konferensi pers di Kantor BP Tapera, Jakarta Selatan, Rabu, 5 Juni 2024.
Heru menjelaskan bahwa BP Tapera saat ini fokus meningkatkan kualitas tata kelola, baik dari segi internal, pengorganisasian, maupun proses bisnis pengelolaan dana. Langkah ini bertujuan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap program Tapera.
Dengan kritik dan masukan yang konstruktif dari berbagai pihak, diharapkan kebijakan Tapera dapat diperbaiki dan diterapkan dengan lebih efektif dan adil, serta mampu menjawab kebutuhan perumahan di Indonesia.