Ketahui Sejarah Hari Tani Nasional yang Diperingati Tanggal 24 September

Sejarah Hari Tani Nasional (Foto: laman Kampoeng Ngawi)
PASUNDAN EKSPRES - Simak selengkapnya informasi mengenai sejarah Hari Tani Nasional yang diperingati setiap tanggal 24 September.
Setiap tanggal 24 September diperingati sebagai Hari Tani Nasional yang jatuh pada hari ini, Selasa (24/9).
Dikutip dari laman Kemendikbud, Hari Tani Nasional menjadi sejarah untuk memperingati bagaimana perjuangan golongan petani hingga pembebasan mereka dari kesengsaraan.
Dari sejarah itu, ditetapkanlah Hari Tani pada tanggal 24 September dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960.
BACA JUGA:4 Fenomena Langit September 2024 Siap Dinantikan!
Keberadaan petani menjadi penting bagi Indonesia sebagai negara agraris untuk turut serta berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya sebagai negara maritim, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai petani atau bercocok tanam.
Lantas, bagaimana sejarah Hari Tani Nasional ditetapkan pada tanggal 24 September?
BACA JUGA: Para Jemaah Haji, Ini Hal yang Dilarang saat Berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
Sejarah Hari Tani Nasional diketahui ditetapkan oleh pemerintah Indonesia pada 24 September yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1963.
Tanggal ini juga bertepatan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).
BACA JUGA:Jadwal Puasa Sunnah di Bulan September 2024, Jangan Sampai Terlewat!
Dikutip dari laman Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, sebelum Hari Tani Nasional ditetapkan, pada 24 September 1960 dibentuk UU No 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Penetapan undang-undang ini memakan waktu cukup lama yakni 12 tahun.
Sejak 1948 sejumlah panitia dibentuk, antara lain Panitia Agraria Yogya (1948), Panitia Agraria Jakarta (1951), Panitia Soewahjo (1955), Panitia Negara Urusan Agraria (1956), Rancangan Soenarjo (1958), dan Rancangan Sadjarwo (1960).
Dari berbagai panitia dan rancangan tersebut, akhirnya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR), yang pada masa itu dipimpin K.H. Zainul Arifin akhirnya menetapkan UUPA.
Lahirnya UUPA memiliki makna besar bagi bangsa dan negara Indonesia, melalui amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan, "Bumi dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Lebih lanjut, UUPA dibentuk dengan meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan, dan meletakkan dasar-dasar kepastian hukum hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat.