Nasional

Laporan Pengeluaran DANA Kampanye PSI Capai Rp180.000

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natali membuka suara mengenai pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan Rp 180.000 ke komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. (Dok Istimewa)

PASUNDAN EKSPRES - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natali membuka suara mengenai pengeluaran dana kampanye yang dilaporkan Rp 180.000 ke komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. 

Ia juga menjelaskan bahwa dana tersebut yang dilaporkan ke KPU RI itu memang belum mencakup seluruh pengeluaran, karna ada data-data yang belum dimasukan ke dalam laporan. 

"Proses input data memang belum selesai. Saat ini kan memang masih diberi waktu untuk menuntaskan laporan," kata Grace.

"Tim masih bekerja terus untuk input data," ia menambahkan.

Jumlah pengeluaran kampanye sebesar Rp 180.000 tersebut tercatat dalam laporan awal dana kampanye (LADK) yang harus diserahkan oleh partai politik ke KPU pada tanggal 7 Januari 2024. 

Jumlah ini menjadikan partai politik dengan nomor urut 15 sebagai partai politik dengan pengeluaran kampanye paling rendah di antara 18 partai politik peserta Pemilu 2024 tingkat nasional. 

BACA JUGA:KPU Umumkan Dana Kampanye Anies, Prabowo dan Ganjar

Sementara itu, partai politik lainnya mencatatkan pengeluaran kampanye minimal ratusan juta rupiah, bahkan sebagian besar mencatatkan pengeluaran kampanye dalam miliaran rupiah. 

Sesuai dengan tenggat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, batas waktu terakhir untuk penyerahan LADK memang pada tanggal 7 Januari 2024. 

Seluruh partai politik peserta Pemilu tingkat nasional telah menyerahkan LADK sesuai jadwal, namun belum ada satu pun partai politik yang telah melengkapi LADK mereka sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh KPU.  

Dana yang dilaporkan oleh PSI ke KPU bernilai tidak rasional. 

"Lho ini mereka kampanye di mana-mana, kok. Tidak logis dan tidak rasional," ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja

"Kan tidak rasional cuma Rp 180.000," sebut dia.

Bagja menilai, situasi ini merupakan gejala proforma, dimana partai-partai politik menyerahkan LADK sesuai tangget untuk formalitas saja. 

"Kadang-kadang orang untuk mematuhi, proforma, itu dimasukkan dulu, perbaikannya belakangan. Itu juga jadi persoalan," ujarnya.

Berita Terkait