Dibiarkan Mangkrak, Proyek Normalisasi Drainase di Kampung Rancabatok Bandung Bahayakan Warga

Dibiarkan Mangkrak, Proyek Normalisasi Drainase di Kampung Rancabatok Bandung Bahayakan Warga

GENANGAN AIR: Banjir tetap genangi warga di tengah mangkraknya proyek normalisasi drainase yang dilakukan oleh DPUTR Kabupaten Bandung sejak Maret 2025 lalu di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung.

KABUPATEN BANDUNG-Proyek normalisasi drainase yang mangkrak di Jalan Raya Rancaekek-Majalaya, tepatnya di wilayah Kampung Rancabatok, RW09 dan RW22, Desa Rancaekekwetan, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung membuat warga kian resah dan geram.

Bagaimana tidak, pembongkaran drainase yang dilakukan oleh pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung sejak Maret 2025 lalu itu, dijanjikan rampung pengerjaannya usai hari raya Idulfitri. Akan tetapi, proyek normalisasi drainase itu, hanya sebatas pembongkaran saluran air sepanjang 400 meter, sampai saat ini dibiarkan mangkrak.

Tokoh Masyarakat yang juga mantan Kadus 04 Desa Rancaekek Wetan, Didin Sahidin mengatakan, proyek yang mangkrak tersebut kian membuat kondisi wilayah semakin kumuh. "Kayu-kayu makin rapuh, ditambah semalam hujan deras, ancaman kecelakaan semakin besar," katanya kepada Jabar Ekspres, Selasa (12/8).

Proyek normalisasi drainase yang mangkrak itu, dijelaskan Didin bertujuan untuk mengatasi permasalahan banjir yang kerap menghantui warga. Akan tetapi, setelah saluran air dibongkar kondisi tetap sama alias banjir masih menggenangi setiap hujan deras. Bahkan dampak negatif lainnya, tak sedikit warga atau pejalan kaki hingga pengendara mengalami kecelakaan. "Dulu banjir sekarang tetap banjir. Karena selokan (saluran air) dibongkar ini jadi bahaya, sering ada yang kejebur (terperosok), karena genangan air menutupi jalan dan gak terlihat selokan juga," jelasnya.

BACA JUGA: Sambut Keluarga Baru, 559 Mahasiswa Baru POLSUB Resmi Ikuti PKKMB 2025

Didin menerangkan, banjir yang menggenang bahkan sempat membuat jembatan darurat warga terangkat, kemudian terbawa arus sampai akhirnya dibawa oknum tak bertanggung jawab. "Saling klaim dan memicu konflik sosial di wilayah. Jadi ada beberapa jembatan kayu kita buat lagi secara swadaya," terangnya.

Melalui pantauan di lokasi, terlihat genangan air menutupi jalan serta saluran drainase yang sudah dibongkar. Baik pejalan kaki maupun pengendara, cukup sulit mengetahui batas pinggiran bahu jalan.

Dampaknya, ancaman kecelakaan cukup besar potensinya. Kayu-kayu jembatan darurat yang kian rapuh, terpantau menghiasi bahu jalan menjadi kumuh, akibat mangkraknya proyek tersebut.

Didin mengungkapkan, selain dari derasnya hujan, banjir semakin tinggi genangannya seiring waktu, karena aliran air dikirim dari arah utara. "Semakin enggak nyaman kita. Kalau dulu banjir satu sampai dua hari juga warga tetap aman, ini jadi gak aman karena bahaya kejebur (terperosok) ke selokan (saluran air)," ungkapnya.

BACA JUGA: Warga Ngamprah Tagih Janji Penanganan Banjir, Bupati dan Gubernur Diminta Turun Tangan

Didin menyebutkan, proyek normalisasi drainase yang hanya membongkar jembatan ke kios, toko, rumah dan jalan ke pemukiman kini semakin terasa dampaknya.

Sejumlah warga kian resah terhadap proyek normalisasi drainase yang mangkrak tersebut. Tak hanya usaha warga tapi petani turut mengalami dampaknya.

Petani yang biasa dapat mengangkut hasil panen menggunakan mobil, kini kendaraan roda empat harus diparkirkan di pinggir jalan. Setiap karung harus dipanggul mandiri.

Bahkan, akibat proyek normalisasi drainase ini hanya sebatas pembongkaran, tapi belum juga dilanjutkan dan tanpa ada pengamanan, lambat laun para pengusaha menutup kios atau tokonya.

Didin menyampaikan, saat ini warga terdampak proyek normalisas drainase yang mangkrak hanya bisa pasrah dan berharap, agar pengerjaan perbaikan dapat dilanjutkan. "Ekonomi warga seakan dilumpuhkan. Pengurus RW didesak warga, menuntut kapan diselesaikan proyek. Tapi sisi lain pengurus juga gak bisa berbuat banyak, karena awal proyek ini yang turun dari kabupaten," imbuhnya.

"Warga terdampak, warga dirugikan, warga resah dan terancam keselamatannya, warga juga tidak nyaman. Permintaan warga hanya satu, agar proyek ini segera diselesaikan," pungkas Didin.(je/sep)


Berita Terkini