News

Pengusaha Satelit Desak Starlink Kembali ke Pangkuan Bisnis

ASSI desak Starlink untuk kembali ke bisnis
ASSI desak Starlink untuk kembali ke bisnis. (screenshot Facebook @Assosiasi Satelit Indonesia | ASSI)

PasundanEkspres - Para pengusaha satelit di Indonesia mendesak untuk mengalihkan fokus layanan internet Starlink kembali ke segmen bisnis, menyusul gejolak yang ditimbulkannya dalam industri telekomunikasi domestik. Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) menganggap Starlink, yang dioperasikan oleh SpaceX di bawah kepemimpinan Elon Musk, merupakan perusahaan global dengan sumber daya finansial yang kuat, di mana Musk sendiri adalah salah satu tokoh terkaya di dunia.

Awalnya, pada Juni 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberikan izin operasi satelit non geostasioner (NGSO) Starlink kepada Telkomsat untuk digunakan sebagai backhaul dalam infrastruktur jaringan tertutup.

Backhaul adalah teknologi yang memfasilitasi transfer data antara infrastruktur telekomunikasi, khususnya untuk mendukung layanan internet broadband, terutama di daerah pedesaan yang belum tersambung dengan jaringan serat optik.

Telkomsat telah menghadirkan produk Starlink seperti MangoStar dan VSAT Star di pasar domestik. Namun, setelah sekitar dua tahun, Musk tampaknya berencana memperluas jangkauan bisnisnya di Indonesia dari segmen business-to-business (B2B) ke business-to-consumer (B2C).

Musk secara pribadi meresmikan layanan Starlink di Indonesia saat kunjungannya ke Bali pada 19 Mei 2024, yang juga melibatkan partisipasinya dalam World Water Forum ke-10.

Namun, dalam waktu singkat setelah peluncurannya, Starlink yang masuk ke pasar ritel menimbulkan kontroversi di industri telekomunikasi, terutama terkait kewajiban operasional seperti Network Operation Center (NOC), gateway station, dan pembayaran pajak.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa pemerintah akan terus mengevaluasi operasi Starlink di Indonesia.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengkritik pemerintah karena dianggap memberikan perlakuan istimewa pada Starlink, yang dioperasikan tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku untuk penyelenggara jasa internet.

Sigit Jatiputro, Sekjen ASSI, mengomentari harga layanan dan perangkat Starlink yang lebih rendah dibandingkan dengan pesaing lokal. Dia mengungkapkan bahwa harga layanan Starlink jauh lebih murah daripada layanan satelit lokal, dengan contoh biaya layanan VSAT yang tidak terbatas sebesar Rp 3,5 juta dibandingkan dengan Rp 750 ribu untuk Starlink.

Dia juga menyebutkan bahwa harga perangkat Starlink juga lebih rendah dibandingkan dengan pesaing lokal, bahkan dibandingkan dengan harga di Amerika Serikat.

ASSI juga menyoroti potensi penyalahgunaan layanan Starlink untuk dijual kembali, yang dikenal sebagai RT RW Net, yang sebenarnya bertentangan dengan regulasi yang berlaku.

Para pengusaha satelit meminta pemerintah untuk membatasi layanan Starlink hanya untuk segmen bisnis, menghindari penetrasi ke pasar ritel yang dapat mengganggu pertumbuhan pemain lokal. Mereka berpendapat bahwa harga layanan Starlink yang rendah berpotensi menghambat pertumbuhan pemain lokal yang telah ada.

Berita Terkait