News

Dispemdes Sarankan Kajari Subang Usut Tuntas Penyelewengan Dana Desa di Blanakan

kasus korupsi subang
UNGKAP KASUS: Kajari Subang, DR. Bambang Winarno (kiri) didampingi Kasie Pidsus Kejari Subang, Bayu saat melakukan konferensi pers kepada awak media.

SUBANG-Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispemdes) Kabupaten Subang memberikan tanggapan terkait penetapan mantan Kepala Desa (Kades) Blanakan berinisial IS, dan mantan Sekretaris Desa (Sekdes) EH, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana desa. 

Keduanya merupakan pasangan suami istri. IS seorang perempuan yang menjabat sebagai kepala desa, sedangkan EH merupakan sekretaris desa sekaligus suami dari IS.

Keduanya diduga melakukan penyelewengan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 hingga 2023 dan berbagai proyek fiktif lainnya dengan total kerugian negara sebesar Rp 1,2 miliar.

Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dispemdes Kabupaten Subang, Agung Subur menyampaikan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan. 

"Kami menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Sebaiknya kita menunggu hasil akhir dari proses hukum yang berlangsung saat ini," terangnya saat dihubungi Pasundan Ekspres.

Agung menambahkan, hingga saat ini belum ada aturan yang secara spesifik melarang atau mengizinkan hubungan suami istri untuk menduduki jabatan di pemerintahan desa. 

"Dalam peraturan yang ada saat ini, belum diatur secara jelas mengenai suami dan istri yang menjabat di pemerintahan desa. Oleh karena itu, kami belum bisa memberikan kepastian terkait boleh atau tidaknya hal tersebut," jelasnya.

Saat ini, kata Agung, IS dan EH memang sudah tidak lagi menjabat sebagai Kades dan Sekdes. Masa jabatan mereka telah berakhir pada tanggal 28 Januari 2024, setelah menjabat sejak 28 Januari 2018. 

Terkait kasus hukum yang melibatkan keduanya, Agung kembali menegaskan bahwa semua proses diserahkan kepada penegak hukum.

Agung berharap, agar kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh perangkat desa lainnya, agar lebih berhati-hati dalam mengelola anggaran dana desa dan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat.

Kasie Pidana Khusus Kejari Subang Bayu mengatakan, kedua tersangka diduga melakukan penyelewengan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2022 hingga 2023.
Berdasarkan temuan Kejari, hanya penyaluran triwulan pertama yang dilakukan, sementara triwulan kedua hingga keempat tidak disalurkan kepada masyarakat sebagaimana mestinya.

Bayu menyatakan, temuan awal terungkap adanya penyalahgunaan dana desa tersebut yakni tak dilaporkan penggunaaan dana tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. 

"Pada tahun 2023, dana desa yang berasal dari anggaran tahun 2022 tidak dilaporkan penggunaannya sebagaimana mestinya," terangnya kepada Pasundan Ekspres.

Bayu menjelaskan, salah satu temuan utama adalah jumlah dana desa senilai Rp242.879.000 yang tidak tercantum dalam Peraturan Kepala Desa Blanakan Tahun Anggaran 2023. 

Tak hanya itu, Kejari Subang juga menemukan beberapa proyek fiktif yang tercatat dalam laporan keuangan tahun 2023 di Desa Blanakan. Ada empat proyek fiktif antara lain rehabilitasi tembok penahan tanah dengan kerugian senilai Rp 55 juta, peningkatan produksi tanaman pangan senilai Rp 55 juta, alat produksi pengelolaan kandang satu paket senilai Rp 105 juta dan pemeliharaan saluran irigasi tersier senilai Rp 72 juta.

Dari temuan proyek-proyek fiktif tersebut, total kerugian negara yang diakibatkan oleh korupsi selama periode 2022-2023 di Desa Blanakan diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar.

Bayu mengatakan, proses hukum terhadap kedua tersangka saat ini tengah berjalan dan Kejari Subang terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dapat dipertanggungjawabkan. 

"Ini merupakan salah satu bentuk komitmen kami dalam menindak tegas kasus-kasus korupsi, terutama yang melibatkan dana desa yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat," tegas Bayu.

Kasus ini menjadi perhatian publik, khususnya masyarakat Desa Blanakan, yang merasa dirugikan akibat penyelewengan dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa dan kesejahteraan warga.(cdp/ysp)

Berita Terkait
Terkini Lainnya

Lihat Semua