SUBANG-Kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan kendaraan ambulans di RSUD Kabupaten Subang tahun 2020 akhirnya terungkap
Penyelidikan yang dilakukan oleh unit Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Polres Subang mengungkap bahwa proyek ini, yang seharusnya digunakan untuk mendukung penanggulangan pandemi Covid-19, diduga menjadi ajang praktik korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Kasus ini melibatkan tiga tersangka utama. Mereka adalah A.J. alias A.Y., seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan, M.D.S. selaku Direktur CV. N.S.G., dan D.A.R. yang berperan sebagai Komisaris CV. N.S.G.
Kapolres Subang, AKBP Ariek Indra Sentanu menyampaikan, penyelidikan mengungkap bahwa pada tahun 2020, Dinas Kesehatan Kabupaten Subang mendapat bantuan keuangan dari APBD Provinsi Jawa Barat senilai Rp3,15 miliar untuk pengadaan dua unit ambulans bagi RSUD Kelas B Subang.
Bantuan ini ditujukan untuk penanganan pandemi Covid-19. Namun, dugaan praktik kecurangan mulai tercium saat A.J., yang bertugas sebagai PPK, membuat kontrak dengan PT. I.S.I untuk pengadaan ambulans tanpa melalui prosedur yang sesuai.
“A.J. diduga melakukan persekongkolan dengan M.D.S. dan D.A.R. untuk meminjam nama PT. I.S.I tanpa persetujuan direktur resminya. Mereka juga diduga memalsukan dokumen, termasuk tanda tangan direktur dan cap PT. I.S.I., serta membuat rekening baru atas nama PT. I.S.I. untuk melancarkan proses pengadaan. A.J. selaku PPK juga tidak melakukan audit dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) setelah pembayaran dilakukan, yang mengakibatkan kerugian negara tak terdeteksi lebih awal,” ungkapnya.
Berdasarkan audit dari BPKP Jawa Barat, Ariek menjelaskan, kerugian negara akibat praktik ini diperkirakan mencapai Rp1,24 miliar.
Dari hasil penggeledahan, pihak kepolisian menyita sejumlah barang bukti, di antaranya dua unit kendaraan ambulans, stempel palsu, uang tunai sebesar Rp169,7 juta, dan 21 dokumen terkait pengadaan ambulans.
Selain kerugian negara, lanjutnya, penyidik mengungkap bahwa A.J. alias A.Y. menerima dana sebesar Rp343 juta dari D.A.R. dan M.D.S., yang sebagian besar diterima secara tunai dan sebagian melalui transfer ke rekening istrinya.
“Dana ini kemudian diduga digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk bermain judi online. Selain itu, D.A.R. mendapatkan keuntungan pribadi sebesar Rp75 juta, sementara M.D.S. memperoleh Rp433,2 juta yang juga dipakai untuk kepentingan pribadi,” terangnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mereka dapat dikenakan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda minimal Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar.
Dalam penyelidikan ini, polisi telah memeriksa 57 orang saksi yang memberikan keterangan mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh para tersangka. Selain itu, empat ahli turut diperiksa, termasuk ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ahli laik kendaraan dari Kementerian Perhubungan RI, auditor dari BPKP Jabar, dan ahli hukum pidana.
Ariek menyatakan, pihaknya akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas dan akan bekerja sama dengan instansi terkait untuk meminimalisir kerugian negara.
“Kami akan menindak tegas setiap pelanggaran yang merugikan negara, terlebih di masa pandemi ini di mana dana yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kesehatan justru disalahgunakan,” ujarnya.
Ariek mengatakan, kaus ini masih terus dikembangkan, dan polisi mengindikasikan kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam skema korupsi ini. (cdp)