News

Jemaah Pahami Manasik Haji, Bila Tinggalkan Salah Satu Rukun Haji Dianggap Tidak Sah

Jemaah Pahami Manasik Haji, Bila Tinggalkan Salah Satu Rukun Haji Dianggap Tidak Sah
Rukun haji yang harus dilakukan jemaah selama beribadah di Tanah Suci. (Foto: laman resmi Kementerian Agama)

PASUNDAN EKSPRES - Simak selengkapnya informasi mengenai rukun haji yang harus dilakukan jemaah selama beribadah di Tanah Suci menurut buku Manasik Haji.

Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam (denda). Jika rukun ini ditinggalkan, maka ibadah haji seseorang tidak sah. 

Rukun haji meliputi, ihram (niat), wukuf di Arafah, tawaf Ifadah, Sa’i, cukur (Tahallul) dan Tertib.

Mengutip dari buku Manasik Haji yang diterbitkan Kementerian Agama, anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda mengatakan, diperlukan syarat, rukun, dan wajib haji bagi seorang muslim yang akan menjalankan ibadah haji.

"Jemaah perlu memiliki pemahaman yang baik tentang syarat, rukun, dan wajib haji, agar ibadah haji yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat," ucap Widi di Jakarta, dilansir dari laman resmi Kementerian Agama, Kamis (13/6).

Seseorang yang ingin menunaikan haji, kata Widi, harus memenuhi syarat yaitu Islam, telah Baligh (dewasa), Aqil (berakal sehat), Merdeka (bukan hamba sahaya), dan Istita’ah (mampu).

Sebagai informasi, Istita’ah merupakan seseorang yang mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari segi jasmani, rohani, ekonomi, keamanan. 

Secara jasmani, jemaah harus sehat, kuat, dan sanggup secara fisik melaksanakan ibadah haji.

Dari segi rohani, jemaah mengetahui dan memahami manasik haji, lalu berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.

"Secara ekonomi, jemaah haji mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditentukan oleh pemerintah dan berasal dari usaha/ harta yang halal," tuturnya.

"Biaya haji yang dibayarkan bukan berasal dari satu-satunya sumber kehidupan yang apabila sumber kehidupan itu dijual terjadi kemudaratan bagi diri dan keluarganya, dan memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan," tambahnya.

Sementara dari segi keamanan, kata Widi, yaitu aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji. 

Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan, dan tidak terhalang, misalnya mendapat kesempatan atau izin perjalanan haji termasuk mendapatkan kuota tahun berjalan, atau tidak mengalami pencekalan.

"Dan wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji yang bila salah satu amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap sah, tapi dia harus membayar dam," ujarnya.

Wajib haji tersebut yaitu Ihram, yakni niat berhaji dari miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah Ula, Wusta dan Aqabah, dan tawaf Wada (bagi yang akan meninggalkan Makkah).

"Jika seseorang sengaja meninggalkan salah satu rangkaian amalan itu tanpa adanya uzur syar'i, ia berdosa," katanya.

Sementara itu, menjelang puncak haji, jemaah diimbau agar menempatkan persiapan menjalani rangkaian puncak haji sebagai prioritas utama. 

Aktivitas ibadah dapat dilakukan di hotel dan membatasi bepergian ke luar hotel.

"Manfaatkan waktu-waktu menghadapi puncak haji dengan memperbanyak amalan ibadah, berzikir, mendalami manasik haji, menjaga kebugaran tubuh dengan makan yang teratur dan tepat waktu serta istirahat yang cukup," imbuhnya. (inm)

Berita Terkait