Oleh:
Yulia Enshanty S.Pd (Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi Pascasarjana Universitas Siliwangi, Guru Geografi di Kabupaten Sukabumi)
Kabupaten Sukabumi, yang merupakan Kabupaten terluas di Provinsi Jawa Barat, saat ini tengah mengalami transformasi pesat seiring dengan maraknya pembangunan kawasan industri. Namun, di balik kemajuan ini, ada harga yang harus dibayar, yaitu hilangnya lahan sawah yang subur. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siska, W., Widiatmaka, et al pada tahun 2022, Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra produksi padi yang menyumbang 5% dari total produksi padi di Provinsi Jawa Barat (BPS Jawa Barat 2019). Namun, luas lahan sawah di Kabupaten Sukabumi mengalami penyusutan sebesar 8.206 ha dari 63.986 ha pada tahun 2014, menjadi 55.780 ha di tahun 2018 (Pusdatin 2019; Kepmen ATR/BPN 2018). Penyusutan lahan sawah ini berbanding terbalik dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan pangan. Jumlah penduduk di Kabupaten Sukabumi meningkat sejumlah 0,19 juta jiwa dari 2,27 juta jiwa pada tahun 2008, meningkat menjadi 2,46 juta jiwa di tahun 2018 (BPS Kabupaten Sukabumi 2020). Ketimpangan antara laju alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lahan non-pertanian dan petumbuhan penduduk akan meningkatkan resiko kerawanan pangan Kabupaten Sukabumi di masa depan. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran akan ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Hilangnya lahan sawah bukan hanya berdampak pada ketahanan pangan, tetapi juga memiliki konsekuensi lain yang tak kalah penting. Konversi lahan sawah di Kabupaten Sukabumi, salah satu lumbung padi di Jawa Barat, dapat menyebabkan penurunan produksi beras yang signifikan. Hal ini dapat memicu kenaikan harga beras dan pada akhirnya mengancam ketahanan pangan masyarakat, terutama bagi kelompok masyarakat dari kalangan kurang mampu. Selain itu, konversi lahan sawah juga dapat berakibat pada hilangnya mata pencaharian para petani. Mereka yang terbiasa menjadi petani dan tidak mempunyai keahlian lain akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Hal ini tentunya dapat meningkatkan jumlah pengangguran dan meningkatkan angka kemiskinan di Kabupaten Sukabumi yang akan memperparah kesenjangan sosial dan ekonomi di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, hilangnya lahan sawah dapat mengganggu stabilitas ekonomi lokal. Sukabumi dikenal sebagai salah satu sentra penghasil beras di Jawa Barat. Penurunan produksi beras akibat konversi lahan sawah dapat berdampak pada sektor-sektor lain yang terkait dengan industri beras, seperti penggilingan padi, dengan berkurangnya pasokan padi dari petani, penggilingan padi akan mengalami penurunan omset dan berpotensi mengalami kesulitan operasional. Penurunan produksi beras dapat menyebabkan kekurangan pasokan di pasaran, sehingga berdampak pada pedagang beras yang kehilangan pendapatan dan mata pencaharian. Usaha kecil menengah yang bergantung pada sektor pertanian seperti warung makan, toko sembako, dan usaha pengolahan produk beras, juga akan merasakan dampak dari hilangnya lahan sawah.
Lahan sawah bukan hanya sumber pangan, tetapi juga benteng lingkungan yang vital. Akar tanaman padi membantu menampung air hujan, mencegah erosi tanah, dan menyuburkan tanah. Sawah juga berperan sebagai penyerap karbon dioksida, gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Hilangnya lahan sawah akibat konversi menjadi kawasan industri dan permukiman dapat memperparah kerusakan lingkungan. Erosi tanah bisa menjadi lebih parah dan dapat menyebabkan sedimentasi di sungai dan laut, sehinggan akan meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor. Hilangnya fungsi penyerapan karbon dioksida oleh sawah juga dapat mempercepat laju pemanasan global. Lebih dari itu, sawah merupakan habitat bagi berbagai flora dan fauna, keberadaan sawah dapat menjaga keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem. Keberadaannya pun menumbuhkan budaya dan tradisi masyarakat di sekitarnya, menjadi identitas dan warisan budaya yang tak ternilai.
Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu mengambil langkah-langkah untuk meminimalisir dampak negatif dari hilangnya lahan sawah, seperti melakukan perencanaan tata ruang yang lebih komprehensif. Perencanaan tata ruang yang baik harus mempertimbangkan keseimbangan antara kegiatan pembangunan dan pelestarian lahan pertanian. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan dan pelestarian lahan pertanian. Hal ini untuk memastikan pembangunan yang dilakukan selaras dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif kepada petani untuk tetap bertani, seperti memberikan bantuan pupuk, benih, dan alat pertanian juga dengan mengembangkan pertanian terpadu. Pertanian terpadu adalah salah satu solusi untuk dapat memanfaatkan lahan pertanian yang terbatas secara optimal. Petani harus diberikan edukasi penerapan teknologi pertanian modern agar mereka dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan tanpa harus mengalihfungsikan lahan sawah.
Pembangunan kawasan industri di Kabupaten Sukabumi memang membuka peluang kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, penting untuk diingat bahwa kemajuan ini tidak boleh diraih dengan mengorbankan kelestarian alam, termasuk lahan sawah yang subur. Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu bekerja sama untuk memastikan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lahan pertanian, sehingga Kabupaten Sukabumi dapat mencapai kemajuan yang berkelanjutan. Dengan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, Sukabumi dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang mampu menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan kelestarian alam dan budaya, demi masa depan yang lebih baik bagi generasi sekarang dan mendatang.