Oleh ;
Karyono Hafidzahullah, S.Si, M.Si
(Alumni Fak Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, S2 Ilmu Lingkungan UNS, Konsultan, Researcher, Trainer dan Pimpinan PPTQ LAUHUL MAHFUZH di Wonosari, Klaten, Jawa Tengah)
InsyaAllah pada hari Ahad, tanggal 7 Juli 2024 Masehi bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1446 Hijriah. Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan tahun, sebab Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW, orang-orang Arab tidak menggunakan tahun dalam menandai peristiwa apa pun. Tapi, hanya menggunakan hari dan bulan sehingga cukup membingungkan dalam pencatatan. Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad SAW dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabi’ul awwal tahun Gajah atau pada tahun 571 M. Hal ini menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan masyarakat Arab tidak menggunakan angka dalam menentukan tahun.
Sejarah penetapan awal penanggalan kalender hijriah yang menjadi awal tahun dalam kalender Islam tidak lepas dari peran Khalifah Umar bin Khattab. Dilansir dari laman resmi Al Ain University, sejarah penentuan awal tahun baru Islam itu diprakarsai oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Tahun baru hijriah atau tahun baru Islam merupakan salah satu momen penting bagi muslim di seluruh dunia. Sejarah penetapan awal tahun baru Islam merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Mekah ke Madinah, yaitu periode dakwah Rasulullah SAW terbagi menjadi dua, yakni di Mekkah dan Madinah atau sebelum dan setelah hijrah. Perintah dakwah ini beliau jalankan selama 23 tahun, di mana 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun sisanya di Madinah. Hari tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari pertama dalam penanggalan hijriah atau kalender Islam yakni 1 Muharram 1 hijriah atau tahun 622 masehi.
Dalam sebuah hadits, Bulan Muharam adalah bulan haram bersama tiga bulan lainnya yakni Dzulqa’dah, Rajab dan Dzulhijjah. Keutamaan tersebut berbunyi: “Dalam satu tahun ada 12 bulan, di antaranya ada 4 bulan haram, 3 bulan secara berurutan adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajabnya Mudhor yang berada di antara Jumadil dan Sya’ban”. (HR. Bukhori). Allah SWT berfirman perihal keutamaan Bulan Muharam (QS. At Taubah:36) :
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
Salah satu bulan yang paling utama dalam kalender Islam adalah Muharram. Kata Muharam sendiri, berasal dari kata yang diharamkan atau dipantang dan dilarang. Ini bermakna pelarangan untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah, dan dianggap sharam (pada zaman Rasullah SAW).
Secara etimologis Muharam berarti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna bahasa ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat pada bulan itu, karena Muharam sarat dengan berbagai peristiwa sejarah baik kenabian maupun kerasulan. Muharam dengan demikian merupakan momentum sejarah yang sarat makna. Disebut demikian karena berbagai peristiwa penting dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan itu. Awal mula penamaan Muharam dengan maknanya, didasari dengan kepercayaan jika bulan ini merupakan awal yang baru dalam setahun. Permulaan tersebut, di masa hijrah merupakan masa peperangan. Dalam sejarah pun disebutkan, jika bulan ini merupakan waktu yang sangat ditaati, bahkan ketika di Arab tak pernah terjadi peperangan.
Sebagaimana dalam Alqur'an Surah At-Taubah ayat 36, Allah mengabarkan 4 bulan agung (bulan-bulan haram) yang wajib dimuliakan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Pada bulan-bulan ini umat Islam dilarang menganiaya diri sendiri dan sebaliknya dianjurkan memperbanyak amal saleh, karena Allah menjadikan empat bulan ini (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) sebagai bulan haram (asyhurul-hurum). Siapa yang beramal saleh pada bulan tersebut maka Allah akan melipatgandakan pahalanya. Sebaliknya siapa yang berbuat maksiat pada bulan-bulan itu maka dosanya berlipat pula. Muharam adalah bulan yang spesial, dikarenakan bulan pembuka dalam kalender Hijriyah. Rasulullah SAW bahkan menyebut Muharam sebagai bulan Allah karena keutamaannya. Momentum tahun baru hijriyah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan takut dengan berhijrah.
Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW saat beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu. Makna awal tahun baru islam juga memiliki makna yang mendalam bagi setiap muslim karena makna tersebut lahir dan menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al-Quran. Momentum awal tahun baru Islam bagi kaum Muslimin agar terus mampu dalam berkreasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, menciptakan birokrasi yang modern, yang transparan, rapi dan bersih. Tahun Baru Islam juga dikenal sebagai Hari Raya Awal Muharam atau Maal Hijrah, merupakan perayaan yang dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia. Tahun Baru Islam menandai awal tahun dalam penanggalan Hijriah yang didasarkan pada pergerakan bulan dan jatuh pada tanggal pertama bulan Muharam. Merayakan tahun baru Hijriah dengan meyakini bahwa tahun baru adalah tahun karunia Allah SWT, tidak berhenti di tahun yang lalu tetapi akan berlanjut di tahun-tahun selanjutnya. Tahun baru Islam harus kita rayakan dan renungkan sebagai awal semangat dan dalam beribadah kepada Allah SWT dengan berdoa, mengintrospeksi diri, perbuatan, dan perkataan kita selama satu tahun yang lalu.
Adapun banyak pemaknaan dengan adanya tahun baru Islam bagi umat Islam itu sendiri, antara lain yaitu, mencerminkan semangat perjuangan tanpa putus asa. Tahun baru Islam dapat diartikan sebagai semangat perjuangan tanpa mengenal rasa putus asa, hal ini tercermin dari kisah Nabi Muhammad yang dengan berani melawan hal buruk dan memilih untuk berhijrah menuju hal yang lebih baik. Selain itu, tahun baru Islam digunakan sebagai ajang untuk introspeksi diri menuju kebaikan dan pengingat untuk senantiasa berakhlak mulia. Kemauan untuk berintrospeksi diri inilah yang nantinya akan membawa manfaat bagi kita dan seluruh alam semesta dengan menggunakan semangat damai yang penuh kasih sayang. Tentunya, akhlak yang mulia sangat berpengaruh untuk menciptakan kehidupan yang damai. Akhlak mulia akan menjadi pendorong agar selalu berbuat baik terhadap sesama dan hal kebaikan itulah yang akan dituai di kemudian hari.
Namun, kenyataannya dalam kehidupan sekarang makna Tahun Baru Islam menjadi sesuatu pelajaran yang seolah tertinggal, tertutupi oleh meriahnya perayaan Tahun Baru Masehi yang memang sudah tradisi untuk dirayakan secara meriah oleh seluruh manusia di dunia. Maka sudah sepantasnyalah seluruh umat muslim diseluruh penjuru dunia untuk memaknai Tahun Baru Islam untuk berbenah diri (muhasabah diri) sejauh mana bekal yang disiapkan untuk menghadapi kehidupan setelah kematian, selalu mencerminkan akhlak mulia, memiliki semangat baru untuk merancang kebaikan dan menjalani kehidupan kearah yang lebih baik. Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia menciptakan banyak tradisi dari kalangan masyarakat dalam memeriahkan tahun baru Islam. Selama perayaan tahun baru Islam, umat Islam biasanya melaksanakan berbagai aktivitas keagamaan dan ibadah. Ini termasuk menghadiri khotbah khusus di masjid atau tempat ibadah, membaca Al-Qur’an, berdoa, berpuasa, dan melakukan amal kebaikan. Selain itu, beberapa komunitas muslim juga mengadakan acara-acara keagamaan dan kebudayaan, seperti ceramah, diskusi agama, serta pertunjukan seni dan budaya Islam. Adapun di kalangan pemuda, tahun baru Islam juga sering kali diisi dengan berbagai kegiatan kebudayaan dan seni yang menggambarkan nilai-nilai Islam. Pemuda muslim dapat berpartisipasi dalam pertunjukan seni, seperti musik, tarian, atau teater yang mengangkat tema agama dan kemanusiaan. Hal ini tidak hanya menjadi sarana untuk mengekspresikan kreativitas, tetapi juga sebagai wadah dalam menyampaikan pesan-pesan yang mendalam dan membangkitkan kesadaran tentang nilai-nilai agama di tengah masyarakat. Tahun baru Islam memiliki makna penting bagi pemuda muslim di Indonesia. Perayaan ini mendorong mereka untuk memperkuat identitas keislaman, meningkatkan pemahaman agama, melakukan introspeksi diri, terlibat dalam kegiatan keagamaan, serta memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Dengan demikian, tahun baru Islam menjadi waktu yang berarti bagi pemuda muslim Indonesia untuk memperkokoh iman, mengembangkan potensi diri, dan berkontribusi dalam membangun masyarakat. Adapun beberapa amalan yang dapat kita lakukan diantaranya adalah : (1) Memperbanyak Puasa Sunnah ; Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah yang bernama Muharram". (HR. Muslim), (2) Menghidupkan Puasa 'Asyura dan Tasu'a (9-10 Muharram)
Rasulullah SAW bersabda: "Dan puasa di hari 'Asyura saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun yang lalu." (HR Muslim). Nabi Muhammad SAW juga berpesan dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu 'Abbas: "Berpuasalah kalian pada hari 'Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari." (HR Ahmad, HR Al-Baihaqi). Adapun fadhillah melaksanakan puasa 'Asyura adalah menggugurkan dosa selama setahun lalu. Mengenai puasa Tasu'a (9 Muharram) dilakukan sehari sebelum puasa 'Asyura hukumnya pun sunnah. Dari Ibnu Abbas RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila (usia)-ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari kesembilan". (HR. Muslim), (3) Memperbanyak Sedekah ; Selain menghidupkan puasa sunnah, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak sedekah. Sedekah pada bulan Muharram menurut Mazhab Maliki sangat dianjurkan. Sementara mahzab lainnya tidak memberikan penekanan khusus, namun tidak memberi larangan untuk mengamalkannya. Sebagaimana keutamaan Muharram di mana Allah melipatgandakan pahala setiap amal saleh, maka memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim merupakan amalan yang disukai Allah. Allah SWT berfirman yang artinya:
"Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (sodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261)
Dengan demikian, tanggal pelaksanaan puasa Tasua dan Asyura merujuk pada kalender Hijriah Kemenag RI, Puasa Tasua dilaksanakan pada 9 Muharram 1446 H/Senin, 15 Juli 2024 dan Puasa Asyura: 10 Muharram 1446 H/Selasa, 16 Juli 2024 atau 11 Muharram 1446 H/Rabu, 17 Juli 2024.
Sehingga Tahun Baru Islam dimaknai sebagai : (1) Pengingat kembali pada peristiwa hijrah sehingga meningkatkan kepercayaan kaum muslim akan kebenaran ideology dan aqidah yang dianut. Tidak memperdulikan segala macam gangguan yang bertujuan menggoda iman. Saat itu Rasulullah SAW. Sangat percaya akan kesuksesan hijrah, dakwah dan sampainya beliau di hadapan para sahabatnya di Madinah, meskipun beliau melalui ancaman dan kesulitan besar dalam perjalannya, (2) Mengenalkan kepada generasi muda akan moment kepahlawanan dari generasi muda sahabat dalam moment hijrah dan sejarah Islam periode dakwah Rasulullah SAW. Perjuangan Rasul dan para sahabatnya selama melakukan perjalanan itulah menjadi makna tahun baru hendaknya diresapi betul agar perjalanan penuh dengan pengorbanan itu sendiri menjadi pelajaran hidup bagi umat manusia, dan (3) Menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al Quran. Hijrah dari suka minum minuman keras ke arah meninggalkan minum alkohol, hijrah dari suka main judi kearah meninggalkan judi, hijrah dari suka menggunakan narkoba ke arah meninggalkan narkoba. Intinya meninggalkan kebiasaan melanggar larangan -Nya menjadi taat melaksanakan perintah Allah SWT.
Bagi kita umat Islam di Indonesia, sudah tidak relevan lagi berhijrah berbondong-bondong seperti hijrahnya rasul, mengingat kita sudah bertempat tinggal di negeri yang aman, di negeri yang dijamin kebebasannya untuk beragama, namun kita wajib untuk hijrah dalam makna “hijratun nafsiah” dan “hijratul amaliyah” yaitu perpindahan secara spiritual dan intelektual, perpindahan dari kekufuran kepada keimanan dengan meningkatkan semangat dan kesungguhan dalam beribadah, perpindahan dari kebodohan kepada peningkatan ilmu dengan mendatangi majelis-majelis ta’lim, perpindahan dari kemiskinan kepada kecukupan secara ekonomi dengan kerja keras dan tawakal. Pendek kata, niat yang kuat untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat sehingga terwujud “rahmatal lil alamin” adalah tugas suci bagi umat Islam, baik secara individual maupun secara kelompok. Tegaknya Islam di bumi nusantara ini sangat tergantung kepada ada tidaknya semangat hijrah tersebut dari umat Islam itu sendiri. Semoga dalam memasuki tahun baru Hijriah (1446 H) ini, semangat hijrah Rasulullah SAW, tetap mengilhami jiwa kita menuju kepada keadaan yang lebih baik dalam segala bidang: baik agamanya, baik kepribadiannya, baik moralnya, tinggi intelektualnya dan memberikan kemasalakatan umat. Semoga bermanfaat.