Memperluas Pengetahuan melalui Masalah Induksi

Memperluas Pengetahuan melalui Masalah Induksi

Filsuf Karl Popper

Dalam masalah induksi, Popper menentang bahwa pengaplikasian keabsahan-generalisasi yang ditendensikan pada prinsip induksi belaka. Misalnya, sejumlah burung Emu telah diamati selama bertahun-tahun dari berbagai lingkungan, dan mereka selalu tidak bisa terbang, maka semua burung Emu tidak bisa terbang.

Proses induksi tersebutlah yang dipandang oleh para kaum positivism logis sebagai prinsip pembentukan pengetahuan yang nyata. Proses induksi ini yang dijadikan patokan untuk memastikan sebagai kemutlakan akan dasar kriteria yang bermakna dan ketidakbermaknaan. Kemudian, Popper mengajukan metode falsifikasi empirik sebagai pengganti metode empirik. Falsifikasi Popper dilakukan melalui pengujian yang sifatnya empiris yang terlahir dari pengetahuan apriori yang digali dari pengetahuan apriori Kant sehingga Popper mencoba melanjutkan ide tersebut dengan menambahkan prinsip falsifikasi. Tujuannya, yaitu mencoba melihat bukti dari sebuah fakta empirik yang lebih kuat, dimana teori pengetahuan yang lama secara otomatis bisa terbukti salah. Namun, jika bukti empirik baru dinilai lemah, maka teori pengetahuan lama justru semakin dikuatkan oleh bukti empirik yang baru. Berdasarkan hal inilah pengetahuan bisa berkembang dan terhindar dari pembakuan yang membuat ilmu pengetahuan jatuh dan menjadi mitos.

Teori falsifikasi Popper telah berkontribusi banyak untuk perkembangan pengetahuan meskipun masih banyak kelemahan dari teori tersebut. Falsifikasi tidak membuktikan batalnya suatu teori kompleks dan tidak menunjukan gugurnya teori lain. Dengan kata lain, falsifikasi hanya terbatas pada suatu teori tanpa meninjau hubungan teori satu dengan teori lainnya.

Hidup dengan Masalah Induksi II: Pragmatisme

Hidup dengan masalah induksi II ini digagas oleh Hans Reichenbach yang menyebutkan bahwa induksi tetap rasional karena jika kita tidak menggunakan induksi maka kita akan berakhir dengan sedikit keyakinan benar tentang dunia, namun jika menggunakan induksi maka kita setidaknya memiliki kesempatan untuk membentuk banyak keyakinan yang benar tentang dunia melalui induktif. Menurut Reichenbach dengan menggunakan induksi tetaplah rasional meskipun tidak memiliki justifikasi bahwa pikiran itu akan berhasil. Oleh karena itu, Reichenbach menawarkan respon praktis atau bisa disebut pragmatis terhadap masalah induksi.

Salah satu contoh yang digunakan oleh Reichenbach adalah rasional jika seseorang yang sakit parah dengan waktu yang sedikit memilih untuk mencoba operasi eksperimental baru meskipun seseorang tersebut tidak memiliki alasan untuk berpikir bahwa operasi tersebut akan menyelamatkan hidupnya. Intinya pada kasus ini pilihannya adalah antara kematian yang pasti atau kemungkinan samar untuk hidup. Mengingat seseorang tersebut dihadapkan pada suatu pilihan, maka rasional jika ia memilih untuk operasi meskipun ia tidak memiliki alasan yang kuat untuk berpikir operasi itu akan berhasil. Hal tersebut tentu rasional meskipun tidak memiliki justifikasi sama halnya dengan induksi. Reichenbach menyebutkan nasihat untuk mempercayai induksi sama halnya seperti taruhan Pascal dimana inti dari taruhan tersebut adalah jika Tuhan ada, seseorang tidak akan kehilangan apapun dengan mempercayai-Nya, sedangkan jika Tuhan ada, seseorang akan kehilangan segalanya karena tidak mempercayai-nya.]

Pembelaan Reichenbach terhadap induksi tidak memberikan kita alasan untuk berpikir bahwa klaim tersebut benar, hanya saja kita memiliki banyak keuntungan dengan mengandaikan bahwa itu benar tanpa dasar. 

Namun, dalam pertimbangan ini mungkin cara Reichenbach dalam menangani masalah induksi tidak sepenuhnya pragmatis seperti yang diperkirakan banyak orang termasuk Reichenbach sendiri.(*)

 

 


Berita Terkini