Oleh:
Affan Afriyana
BPS Kota Bekasi
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat dalam rilis pada 3 Februari 2025, mengumumkan deflasi terjadi di 10 Kota Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Jawa Barat. Dalam rilisnya, Provinsi Jawa Barat mengalami deflasi secara mount to mount (m-to-m) sebesar 0,68 persen, kemudian diikuti oleh Kabupaten Bandung sebesar 0,99 persen, Kabupaten Majalengka sebesar 0,33 persen, Kabupaten Subang sebesar 0,99 persen, Kota Bogor sebesar 0,54 persen, Kota Sukabumi sebesar 0,6 persen, Kota Bandung sebesar 0,89 persen, Kota Cirebon sebesar 0,77 persen, Kota Bekasi sebesar 0,26 persen, Kota Depok sebesar 0,76 persen dan Kota Tasikmalaya sebesar 0,79 persen.
Fenomena apa yang terjadi sehingga deflasi terjadi di Jawa Barat? Menurut Keynes, deflasi adalah kondisi di mana permintaan agregat dalam perekonomian lebih rendah daripada penawaran agregat, yang menyebabkan penurunan harga dan produksi. Fenomena ini seringkali terjadi karena kebijakan moneter yang ketat atau penurunan tingkat kepercayaan konsumen terhadap ekonomi.
Adam Smith mengartikan deflasi sebagai kondisi di mana jumlah barang yang diproduksi melebihi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Dalam kondisi ini, harga-harga barang cenderung turun, dan produsen bisa mengalami kerugian besar karena permintaan yang rendah. Secara umum, deflasi merupakan suatu fenomena ekonomi yang kompleks dengan dampak yang luas. Penyebabnya bisa dua hal, yang pertama karena berlebihnya pasokan, dan yang kedua, karena penurunan permintaan yang diakibatkan oleh menurunnya atau daya beli masyarakat serta mengurangi konsumsi.
Dampak yang didapat adalah penurunan investasi dan produksi, dimana perusahaan enggan untuk berinvestasi dalam lingkungan di mana harga terus menurun. Kemudian akan meningkatkan tingkat pengangguran, harga yang lebih rendah dapat mengurangi pendapatan perusahaan, yang dapat menyebabkan kebangkrutan, beban utang semakin tinggi di masyarakat. Penting untuk diingat bahwa deflasi adalah masalah ekonomi yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk mengatasinya.
Catatan BPS Jawa Barat, terdapat 11 kelompok pengeluaran dalam indeks harga konsumen (IHK) yaitu, Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, Kelompok Pakaian dan Alas Kaki, Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga, Kelompok Perlengkapan, Peralatan,dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga, Kelompok Kesehatan, Kelompok Transportasi, Kelompok Informasi, Komunikasi,dan Jasa Keuangan, Kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya, Kelompok Pendidikan, Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran, Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya, dari catatan tersebut, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar mengalami deflasi terdalam diantara kelompok pengeluaran lainnya.
Laman BPS menjelaskan, kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, dan bahan bakar merupakan penyumbang terdalam bagi deflasi Jawa Barat dan 10 Kota IHK yaitu pada komoditas tarif listrik, dilihat secara m-to-m, untuk Jawa Barat sebesar 1,36 persen, Kota Bekasi sebesar 1,29 persen, Kabupaten Subang sebesar 1,30 persen, Kabupaten Bandung sebesar 1,48 persen, Kabupaten Majalengka sebesar 0,92 persen, Kota Bogor sebesar 1,29 persen, Kota Sukabumi sebesar 1,44 persen, Kota Bandung sebesar 1,64 persen, Kota Cirebon sebesar 1,38 persen, Kota Depok sebesar 1,30 persen, dan Kota Tasikmalaya sebesar 1,09 persen.
Apakah bisa disimpulkan, komoditas tersebut menjadi daya beli masyarakat menurun? Menurut Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya, pemerintah akan konsisten menjaga kesehatan iklim ekonomi di dalam negeri saat besarnya tekanan ekonomi global tersebut, termasuk untuk menjaga daya beli masyarakat. Dalam menghadapi berbagai tekanan itu pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk awal tahun ini yang terdiri dari 12 paket kebijakan, salah satunya diberikan diskon sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025).
Dilihat dari pengelompokan inflasi berdasarkan faktor yang bersifat fundamental (disagregasi inflasi), pemberian diskon tarif listrik oleh pemerintah, ada dalam inflasi non inti yaitu Inflasi harga yang diatur pemerintah, seperti inflasi kelompok komoditas yang harga penjualan ecerannya diatur serta memiliki cakupan berskala nasional seperti harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik.
Menurut M Rizal Taufikurahman menyampaikan, deflasi pada Januari 2025 tidak sepenuhnya dipengaruhi diskon tarif listrik sebagaimana yang disampaikan oleh BPS. Menurutnya, deflasi yang berlanjut bisa menciptakan lingkaran setan, yang mana masyarakat menunda konsumsi karena ekspektasi harga akan terus turun, bisnis kehilangan insentif untuk ekspansi, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi stagnan atau bahkan negatif.
Dalam dinamika ekonomi yang signifikan, kebutuhan dasar masyarakat yang paling mendasar adalah kebutuhan akan pangan. Maka dari itu, masyarakat yang berpendapatan rendah atau tetap memiliki peran yang dapat mempengaruhi deflasi. Pengaruhnya, di mana harga-harga barang dan jasa cenderung turun, daya beli masyarakat dengan pendapatan tetap akan meningkat, menunda pembelian barang-barang yang tidak mendesak atau barang tahan lama (durable goods) seperti mobil atau peralatan rumah tangga, cenderung menabung lebih banyak dan mengurangi konsumsi yang tidak perlu.
Masyarakat berpendapatan tetap memiliki peran ganda dalam dinamika deflasi. Daya beli yang meningkat dalam situasi deflasi dapat membantu menopang konsumsi serta perilaku menunda pembelian dan kehati-hatian mereka dalam membelanjakan uang dapat memperlambat perputaran uang dan memperburuk tekanan deflasi. Secara keseluruhan, komoditas tarif listrik bukan salah satu penyebab adanya deflasi di Jawa Barat dan 10 Kota IHK, tetapi karena kondisi perekonomian yang tidak stabil pada masa transisi kondisi ekonomi yang stabil menuju ekonomi merosot.
Dapat disimpulkan, tarif listrik bukan penyebab deflasi di Jawa Barat dan 10 Kota IHK, karena ketidakstabilan kondisi perekonomian kebutuhan dasar masyarakat. Berharap, awal deflasi tahun 2025 bukan menjadi awal dari perlambatan ekonomi yang lebih serius di 2025.